Wisata Halal Mendapat Penolakan di 3 Tempat, MUI Luruskan Pandangan Salah Kaprah dan Prinsipnya Bersifat Inklusif

JENDELAISLAM.ID – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menanggapi polemik penolakan wisata halal di beberapa daerah, seperti: Bali, Sumatra Utara, dan Labuan Bajo, NTT. 

Pada Mei 2024, LPPOM sempat memfasilitasi sertifikasi halal di kawasan kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo. Salah satu persyaratannya adalah ketersediaan makanan halal, selanjutnya meresmikan kawasan ini sebagai zona Kuliner Halal, Aman, dan Sehat (KHAS).

Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati pada Senin (22/07/2024), mengatakan bahwa terkait dengan wisata halal, hal ini bersifat inklusif.

Hanya saja, selama ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa wisata halal berarti memaksa daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam. Menurutnya, anggapan ini salah kaprah.

Masruroh, Staf Ahli Bidang Pengembangan Usaha, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dalam acara puncak Festival Syawal LPPOM 1445 H di Labuan Bajo pada Rabu (08/05/2024), menyatakan bahwa pariwisata halal memberikan layanan tambahan (extended services) untuk memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim, seperti tersedianya produk makanan dan minuman yang bersertifikat halal serta fasilitas ibadah di tempat wisata.

“Hal ini sebagai respons terhadap permintaan dari wisatawan Muslim yang ingin menjalankan ibadahnya tanpa mengalami kesulitan dalam menemukan layanan yang sesuai dengan kepercayaan dan prinsip agamanya,” jelas Masruroh.

Sebelumnya, Muti pernah mengatakan, konsep wisata halal bertujuan untuk menarik para wisatawan Muslim yang ingin berkunjung ke daerah wisata. Tentunya, mereka perlu kebutuhan yang sesuai dengan syariat Islam.

Nah, wisata halal menyediakan kebutuhan-kebutuhan tersebut, di antaranya: tersedianya produk makanan dan minuman halal dengan sertifikat halal, serta fasilitas ibadah.

Dengan lebih banyak opsi makanan halal dan ketersediaan rumah ibadah yang layak, maka tempat wisata tersebut bisa menjadi pilihan wisatwatan Muslim.

“Jangan berpikir wisata halal mengekang keberagaman yang ada di Indonesia. Kita perlu membalik hal tersebut menjadi potensi bisnis yang besar, khususnya untuk menarik pasar wisatwan Muslim domestik maupun macanegara. Tentunya, dengan menerapkan konsep wisata halal, Muslim bisa berwisata dengan tenang dan tenteram,” pungkasnya.***  

Sumber Teks & Foto: MUI