JENDELAISLAM.ID – Islam hadir untuk kemaslahatan semua makhluk. Semuanya berhak hidup berdampingan dengan damai dan penuh kasih sayang.
Ini wajar karena pada dasarnya makhluk hidup di muka bumi ini saling membutuhkan, ada ketergantungan, butuh kerja sama yang saling menguntungkan.
Anjuran untuk saling menyayangi ini tidak terbatas antara personal dengan personal lain, melainkan juga kepada binatang sebagai makhluk Allah juga.
Manusia tidak dapat berdiri di atas kakinya sendiri tanpa menggantungkan makhluk lain bernama binatang. Kita tentu tidak bisa menghitung berapa banyak asupan daging atau protein hewani yang kita konsumsi dalam setiap hari. Begitu pula, hewan-hewan yang kita kurbankan pada hari Idul Adha.
Semua binatang yang halal tersebut memang untuk kemaslahatan kita. Bahkan binatang yang terlarang untuk kita konsumsi pun tak boleh kita sakiti.
Mengingat binatang adalah makhluk yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, maka sudah semestinya kalau kita memperlakukannya dengan baik pula. Artinya, jangan sampai memperlakukan semena-mena lantaran binatang termasuk makhluk yang tak berakal.
Jangan sampai kebencian kita terhadap suatu binatang, seperti anjing sekali pun yang air liurnya mengandung unsur najis mughalladzah, membutakan mata hati kita hingga tidak mau menyantuni dengan baik.
Di berbagai riwayat, Nabi SAW tidak pernah menyakiti binatang, malahan memerintahkan kepada kita agar memperlakukan sebaik mungkin.
Binatang adalah makhluk yang punya rasa, insting seperti manusia. Nikmat, sedih atau bahkan penderitaan yang kita rasakan, sebenarnya juga dirasakan oleh binatang. Ketidaknyamanan yang kita rasakan, dirasakan pula oleh binatang.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Hakim, dan Ahmad, menyebutkan bahwa suatu hari Rasulullah pernah masuk ke sebuah kebun milik seorang Anshar. Beliau mendapati seekor unta ada di sana. Melihat Rasulullah datang, unta tersebut terharu dan menangis. Kemudian Nabi menghampiri dan membelai kepala dan punuknya, sejenak unta tersebut terlihat diam dan tenang. Rasulullah lantas bertanya, “Milik siapa unta ini?”
“Milik saya wahai Rasulullah,” jawab seorang pemuda Anshar.
“Tidakkah kamu takut kepada Allah terhadap binatang yang telah dijinakkan untukmu? Lihat unta ini mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya lapar dan lelah,” Rasulullah SAW menasehati.
Bukti kasih sayang lain terhadap binatang juga Rasulullah SAW tunjukkan tatkala Abdullah bin Mas’ud mengambil anak burung yang baru saja menetas yang terpisah dari induknya. Kemudian Rasulullah SAW menyuruhnya untuk mengembalikan anak burung tersebut kepada induknya, agar sang anak tidak lagi sedih dan nyaman bersama induknya.
Berlaku Lemah Lembut
Kepada sesama, kita wajib berlaku lemah lembut terhadap orang yang lemah sekali pun, kepada binatang pun seharusnya kita memperlihatkan hal yang sama. Seyogyanya binatang tidaklah kita pandang sebagai makhluk pelengkap saja yang boleh kita eksploitasi sebesar-besarnya tanpa peduli pada kebutuhannya, tetapi mesti kita anggap sebagai makhluk yang saling membutuhkan.
Kita butuh mereka karena beberapa hal yang sudah kita maklumi bersama.
Pertama, bisa memanfaatkan dagingnya sebagai asupan makanan (hewan yang halal) yang menyehatkan.
Kedua, bisa membantu pekerjaan kita (membajak bagi petani, seperti: sapi, kerbau dan sebagainya).
Ketiga, dapat membantu tambahan penghasilan (seperti kuda penarik dokar yang mengantarkan para penumpang).
Keempat, menjaga keamanan (seperti anjing dan sebagainya).
Berbagai manfaat tersebut memperlihatkan betapa makhluk di muka bumi ini tidak bisa saling terpisahkan. Manusia butuh binatang untuk berbagai keperluan seperti di atas, binatang pun layak mendapat perlakuan semestinya dengan baik.
Binatang pun perlu diperlakukan secara lemah lembut karena kasih sayang dan kelemah-lembutan yang kita berikan bisa membuat mereka tentram dan nyaman. Alangkah tak manusiawinya kita jika hanya mengeksploitasi mereka sedemikian rupa, tetapi kita memperlakukan seenaknya.
Ada satu kasus yang perlu kita apresiasi bersama dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Hadits itu mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki berada dalam perjalanan di hari yang sangat panas. Dia merasa sangat kehausan. Kemudian dia berhasil menemukan sumur dan berhenti di tempat itu untuk minum. Namun tiba-tiba ada seekor anjing yang makan tanah basah karena haus.
Orang itu berkata dalam hati, “Anjing ini benar-benar haus seperti yang aku rasakan.” Kemudian laki-laki tersebut turun kembali ke sumur dan mengisi sepatunya dengan air. Setelah itu, ia mengulurkan sepatunya ke mulut anjing dan meminumkannya. Tak lupa ia bersyukur kepada Allah yang menyelamatkan anjing itu sehingga tidak mati karena kehausan.
Lelaki berhati mulia tersebut memberikan contoh kongkrit bagaimana mengasihi binatang, tatkala anjing tersebut di ambang kematian karena dahaga yang luar biasa, ia berbagi bersama dengan anjing malang tersebut. Ia mengambilkan segayung air dari sumur, kemudian memberikannya kepada anjing.
Itulah semestinya yang perlu kita lakukan saat menjumpai binatang dalam keadaan sekarat, dengan jiwa yang ikhlas dan lapang, memberikan pertolongan tanpa peduli apakah yang ditolongnya itu adalah binatang najis atau tidak.
Akan tetapi sebaliknya, orang yang menyia-nyiakan binatang apalagi menyiksanya tidak serta-merta terbebas dari tuntutan hukuman.
Rasulullah SAW menceritakan sendiri bahwa ada seorang wanita yang disiksa di dalam neraka karena mengurung seekor kucing hingga mati kelaparan. Malaikat yang bertugas menyiksa wanita itu berkata kepadanya, “Ketika engkau mengurungnya engkau sama sekali tidak memberinya makan dan minum. Engkau juga tidak mengirimnya binatang-binatang melata yang menjadi makanannya.”
Larangan untuk tidak menyakiti binatang ini juga tergambar jelas dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar. Ibnu Umar pernah bertemu pemuda-pemuda Quraisy yang menjadikan seekor burung atau ayam sebagai sasaran latihan memanah, dan mereka menjadikan anak panah yang tidak tepat pada sasarannya sebagai milik orang yang mempunyai burung tersebut.
Ketika melihat Ibnu Umar, mereka lari. Ibnu Umar bertanya, ”Siapakah yang melakukan perbuatan ini? Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan ini. Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknati setiap orang yang menjadikan binatang yang mempunyai ruh sebagai sasaran panahnya”.
Catatan akhir, setiap individu punya kewajiban yang sama untuk berbuat baik kepada semuanya. Karena pada dasarnya Allah akan terus menghamparkan kasih sayang-Nya selagi makhluk di muka bumi tetap menebarkan kasih sayang di antara sesama dan kepada makhluk lainnya.***
Sumber Foto: Pexels/cottonbro studio
