JENDELAISLAM.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII pada 28 – 31 Mei 2024 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
KH. Miftahul Huda, sekretaris OC Ijtima Ulama VIII, mengatakan kegiatan ini merupakan agenda rutin Komisi Fatwa MUI setiap tiga tahun sekali.
Sebelumnya ada 3 daerah yang menjadi pilihan untuk digelarnya Ijtima Ulama VIII ini. Ketiga daerah tersebut yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bangka Belitung.
Namun dengan pertimbangan NTB dan Jawa Timur kurang siap, jelas Kyai Miftah, maka Bangka Belitung menjadi pilihan. Apalagi PJ Gubernur Provinsi Bangka Belitung sudah melayangkan surat kesanggupan untuk mendukung kegiatan Ijtima Ulama VIII.
Tema Bahasan
Sejumlah isu yang akan dibahas dalam Ijtima Ulama VIII meliputi tiga tema utama, yakni strategis kebangsaan (Masail Asasiyah Wathaniyah), permasalahan keagamaan kontemporer (Masail Fiqhiyyah mu’ashirah), dan permasalahan yang terkait dengan peraturan perundan-undangan (Masail Qanuniyyah).
Terkait masail asasiyah wathaniyyah akan membahas mengenai kemanusiaan, kata Kyai Miftah, seperti isu-isu imigran, Palestina, dan Rohingya.
Sedang, masail fiqhiyyah mu’ashirah, lanjut Kyai Miftah, akan membahas mengenai tata kelola limbah patologi, seperti potongan tubuh manusia di rumah sakit. Hal itu agar ada tata kelola yang benar sesuai dengan syariat.
Isu lain yang akan dibahas adalah mengenai fiqih antar-umat beragama, yakni persoalan salam lintas agama dan salam pembuka.
Selain itu, juga akan membahas soal ucapan terhadap hari raya atau hari suci agama lain. Misalnya dalam mengucapkan selamat Natal atau hari raya agama lain.
“Bagaimana ajaran syariat yang benar, apakah boleh mengucapkan atau tidak. Dan juga hukum menjawab dari salam umat beragama lain,” jelas Kyai Miftah.
Adapun, tema ketiga yakni masail qanuniyyah, jelas Kyai Miftah, akan menanggapi permasalahan-permasalahan penerapan hukum formal yang ada di Indonesia.
“Seperti ada usulan bahwa dana zakat yang terkumpul itu dianggap sebagai uang penerimaan negara. Padahal negara kita kan bukan negara agama. Apakah ini dibenarkan atau tidak?” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI telah menggelar Pra-Ijtima Ulama VIII di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur dan Madrasah Muallimin Muhamadiyah Yogyakarta.
Pra-Ijtima Ulama VIII di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah ini membahas mengenai Fiqih Hubungan antar-Umat Beragama.
Sementara Pra-Ijtima Ulama VIII di Madrasah Muallimin Muhamadiyah Yogyakarta, melaksanakan diskusi muzakarah terkait masalah kemasyarakatan, praktik kenegaraan, dan masalah kemanusiaan secara umum.***
Sumber Teks & Foto: mui
