JENDELAISLAM.ID – Saat Ramadhan tiba, sebagian orang kerap menjadikannya sebagai momentum yang tepat untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas ibadah mereka.
Salah satu yang menonjol adalah tadarus al-Qur’an, lebih-lebih malam hari yang kerapkali terdengar dari corong-corong speaker usai shalat tarawih.
Menariknya, tadarus al-Qur’an di bulan Ramadhan sudah mentradisi dalam masyarakat. Kebiasaan ini sudah berlangsung sekian lama, sejak jaman Nabi SAW hingga sekarang. Kendati zaman terus berubah, tradisi tadarus al-Qur’an terus hidup sepanjang masa.
Mungkin karena al-Qur’an merupakan tuntunan yang paling mendasar dan hujjah utama, mungkin juga dengan membacanya, orang akan memperoleh kebajikan yang berlipat ganda. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa membaca satu huruf kitab Allah, memperoleh suatu kebajikan. Saya tidak mengatakan alif lam mim itu suatu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HR. at-Tirmidzi).
Tentang mendaras al-Qur’an, Nabi SAW sendiri mencontohkannya. Kemurahan hati Nabi SAW tampak terlukis dengan jelas saat Malaikat Jibril datang untuk mempelajari al-Qur’an (mendaras al-Qur’an) padanya di setiap bulan Ramadhan. Beliau membaca beberapa ayat al-Qur’an dan Jibril mendengarnya, kemudian Jibril membaca ayat apa yang dibaca Nabi, untuk didengar Nabi. Dalam hal ini dikenal dengan istilah mudarasah.
Proses belajar mengajar ini terekam dalam sebuah hadits. Ibnu Abbasberkata, “Adalah Nabi SAW orang yang paling murah tangannya. Dan beliau paling bermurah tangan di bulan Ramadhan, ketika Jibril menjumpainya untuk memudarasahkan al-Qur’an. Maka sungguhlah Nabi ketika Jibril menjumpainya lebih cepat memberikan suatu kebajikan, daripada kecepatan angin berhembus yang dilepaskan Allah. Tidak dimintakan sesuatu kepadanya, melainkan diberinya” (HR. Bukhari Muslim).
Mengacu hadits di atas, bukan berarti sikap murah hati dan mempelajari al-Qur’an disunnahkan pada waktu Ramadhan saja. Tidak, di hari biasa juga dianjurkan, namun lebih utama lagi tatkala dilakukan di bulan Ramadhan.
Namun menurut catatanTeungku M. Hasbi as-Shiddieqi dalam buku “Pedoman Puasa”, arti mudarasah di sini adalah satu proses belajar mengajar yang melibatkan antara orang yang ahli membaca al-Qur’an serta memahami kandungan isi al-Qur’an dan orang lain.
Oleh karena itu, belajar membaca al-Qur’an merupakan suatu keniscayaan, sebagaimana ditunjukkan Nabi dan Malaikat Jibril. Bila tidak, bagaimana mungkin orang bisa beragama dengan baik kalau membaca al-Qur’an tidak bisa mengingat bacaan shalat yang mengharuskan membaca surat al-Fatihah juga sunnahnya membaca surat-surat lainnya. Belum lagi, doa-doa setelah shalat yang tidak sedikit diambilkan bacaannya dari al-Qur’an.
Akan tetapi sekedar membaca al-Qur’an saja, belumlah cukup apalagi memburu waktu untuk segera mengkhatamkannya. Jika demikian yang terjadi, tadarus al-Qur’an yang marak di setiap bulan Ramadhan bisa jadi sekedar rutinitas, namun tidak menyentuh maknanya.
Padahal yang jauh lebih penting sebenarnya adalah penghayatan dan pendalaman terhadap isi kandungan al-Qur’an untuk menghindari penafsiran yang sembrono. Karena pemahaman yang serampangan tentu bisa menggeser makna sesungguhnya dan fatal akibatnya. Imam Ali juga berkata, “Tidak ada sesuatu kebajikan pada ibadah yang tak dapat dicapai rahasianya dan tak ada kebajikan qiraah (bacaan) yang tidak ditadabburinya (dipahaminya).
Nasaruddin Umar, dosen tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengingatkan semestinya al-Qur’an jangan hanya dipahami secara sporadis. Karena memahami secara sporadis itu tidak komprehensif, tidak mendalam. Orang bisa menjadi fanatik karena pemahaman sepotong-potong terhadap pemahaman ayat al-Qur’an. Pemahaman yang menyeluruhlah yang diperlukan. Kalau sudah dihayati dan didalami, maka tinggal bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai al-Qur’an di dalam masyarakat yang plural.
Di sinilah perlunya mendaras al-Qur’an yang sesungguhnya. Membaca al-Qur’an dengan merenungi serta memahami dengan sungguh-sungguh makna yang tersimpan dalam bacaannya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain.”
Nah, kata “mempelajari” ini tentu saja tidak bisa dipahami dengan hanya membacanya saja, karena modal penting untuk mengajarkan (memberikan pengertian) secara benar kepada orang lain perlu pemahaman yang benar pula.***
Foto: Unsplash/Jawad Jawahir
