Cahaya Islam di Trinidad & Tobago

Push pin on map of Trinidad and Tobago and main city of Port of Spain.

JENDELAISLAM.ID – Negara Trinidad & Tobago ini mungkin tidak cukup familiar di telinga umat Islam dunia, bahkan umat Islam di Indonesia. Maklum, negara ini cukup kecil, bahkan bisa disebut mungil.  Negara berbentuk republik –yang beribukota di Port of Spain ini—ini memiliki luas dari keseluruhan wilayah yang masuk dalam negara Trinidad & Tobago sekitar 5.128 km2 –lebih kecil dari pulau Bali (5.780 km2).

Selain karena faktor tergolong negara kecil, Trinidad & Tobago tidak cukup dikenal dan tidak cukup familiar di telinga umat Islam dunia lantaran Islam bukan agama mayoritas. Juga, negara satu ini tak banyak mengukir prestasi di belantika dunia. Tidak berlebihan, jika nama negara ini tidak cukup dikenal, atau bahkan tidak pernah didengar (umat Islam Indonesia). Walaupun Islam bukan negara mayoritas, jejak Islam di negara Trinidad & Tobago –yang memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 31 Agustus 1962 ini– memiliki akar sejarah yang panjang dan berliku. 

Jauh-jauh hari, sebelum negara Trinidad & Tobago mengenyam kemerdekaan, di negara ini telah lahir organisasi keagamaan Islam. Salah satu organisasi itu adalah Islamic Guardian Association (IGA). Berkat para penyebar Islam di negara ini, akhirnya Islam bersemi bahkan dalam beberapa dekade terakhir ini, umat Islam Trinidad & Tobago telah menorehkan catatan kemajuan di berbagai bidang dan juga di pemerintahan.

Sejarah mencatat, Noor Mohamed Hassanali, yang beragama Islam pernah  jadi presiden di Republik Trinidad & Tobago. Jadi, Trinidad & Tobago ini adalah negara pertama di benua Amerika yang pernah dipimpin seorang presiden beragama Islam.

Sejarah Islam Trinidad & Tobago

Populasi atau jumlah warga Muslim diperkirakan sekitar 8% (atau berkisar 100 ribu jiwa) dari total penduduk di Trinidad & Tobago. Padahal dalam catatan Pew Research Center, jumlah komunitas Muslim yang mendiami Trinidad & Tobago pada tahun 2000 kurang lebih mencapai 78 ribu jiwa atau sekitar 6,6% dari total penduduk Trinidad & Tobago. Jadi, dari catatan tersebut bisa disimpulkan, Islam mengalami perkembangan dan peningkatan.  

Islam masuk ke Trinidad dan Tobago dibawa oleh pendatang dari Mandingo. Sejarah  telah mencatat, bahwa orang-orang Muslim pertama yang mendiami dan menetap di negera tersebut adalah para budak kulit hitam dari suku Mandingo atau Mandinka. Budak-budak kulit hitam itu tidak lain adalah  kelompok etnis utama di Afrika Barat.

Pada 1740, para budak kulit hitam dari Afrika Barat itu diangkut dari tanah leluhurnya ke Trinidad oleh para penjajah Eropa. Gelombang kedua, selama tahun 1816-1825, para budak  dari Afrika kembali didatangkan ke Trinidad, bahkan jumlahnya semakin banyak. Gelombang selanjutnya, disusul imigran dari Asia Selatan berdatangan ke Trinidad. Itu terjadi sejak tahun 1840-an. Para imigran dari Asia Selatan itu kerja sebagai buruh di perkebunan tebu dan kakao milik Pemerintah Kolonial Inggris.

Setelah itu, imigran dari Asia Selatan datang lagi 1845. Mereka itu datang menggunakan kapal Fatel Razeck. Kapal itu meninggalkkan Calcutta, India pada 16 Februari 1845 dan tiba di Port of Spain 30 Mei 1845.

Seiring perjalanan waktu, imigran Muslim terus berdatangan ke Trinidad & Tobago. Akhirnya, para imigran Muslim itu membentuk komunitas atau kelompok tersendiri. Di negara yang cukup jauh dari tanah kelahiran mereka, para imigran Muslim Mandigo itu pun tidak mau melepas identitas budaya dan iman yang dianut. Selain itu, mereka juga berjuang untuk bisa mendapatkan kebebasan di bawah pimpinan seorang tokoh yang bernama Muhammad Beth.

Di bawah bayang-bayang perbudakan, atau kemudian berganti status semi perbudakan, para imigran Muslim awal di Trinidad & Tobago mengalami pahit getir kehidupan. Tidak salah, ketika mereka kemudian mengenyam angin segar kebebasan dari perbudakan, keinginan untuk pulang ke kampung atau tanah kelahiran pun merupakan harapan yang tak tertangguhkan. Tapi sayang, harapan itu tak terpenuhi sebab akhirnya mereka putus hubungan dari tanah leluhur mereka. Walhasil, mau tak mau, mereka pun akhirnya menetap di Trinidad.

Sumbangsih Para Imigran

Seiring dengan perjalanan waktu, para imigran Muslim itu membentuk komunitas atau kelompok tersendiri hingga akhirnya membentuk sebuah perkampungan atau desa. Perlahan tapi pasti, mereka kemudian membangun perkampungan. Saat itu kondisi para imigran Muslim mulai membaik. Di hampir setiap desa atau perkampungan yang dibangun, kemudian didirikan masjid.

John Morton, salah seorang misionaris, dalam catatan hariannya menulis bahwa masjid mulai dibangun di Trinidad pada 1860-an. Bahkan, menurut pendapat John Morton, ia melihat bahwa bangunan masjid itu digambarkan sebagai ”sebuah bangunan mungil yang cantik.”

Tetapi, dulu para imigran Muslim itu membangun masjid –yang dibangun dari kayu—hanya untuk tempat ibadah bagi kaum laki-laki saja. Kemudian, pada tahun 1928, tatkala kaum perempuan dari permukiman Peru mulai datang ke masjid untuk menghadiri perayaan khusus, seperti shalat saat Idul Adha dan Idul Fitri, masjid-masjid para imigran Muslim itu pun terbuka untuk kaum perempuan.

Tidak lama setelah itu, pada awal 1930-an, di masjid-masjid tersebut digelar kelas-kelas agama. Dalam kelas agama itu, para imam atau tokoh-tokoh Muslim yang punya pengetahuan ilmu agama mengajarkan pelajaran seperti bahasa Arab, bahasa Urdu, fiqh, dan pengetahuan dasar ajaran agama Islam.

Komunitas Muslim di Trinidad & Tobago

Islam masuk ke negara Trinidad & Tobago konon sekitar abad ke-18. Kemudian seiring perjalanan waktu, 2 abad setelah itu, kaum Muslimin di negara tersebut membentuk kelompok-kelompok keagamaan. Pada awalnya, komunitas Muslim membentuk organisasi itu tidak lain untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Setelah berkelompok, mereka meminta negara mengakui hak-hak mereka, seperti untuk mendirikan sekolah khusus. Juga, meminta pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada mereka memperluas organisasi dan memperdalam ilmu (yakni ilmu agama Islam). Di bawah organiasi itu pula, mereka menekankan kepada setiap Muslim untuk menikah dengan sesama Muslim.

Organisasi keagamaan yang paling tua dan pertama lahir di Trinidad & Tobago adalah Islamic Guardian Association (IGA). Organisasi ini didirikan pada 1906. Kelahiran organisasi ini tidak lepas dari peran sosok atau tokoh penting Islam di Trinbidad & Tobago, yakni Sayad Abdul Aziz. Maklum, dialah orang yang mendirikan Islamic Guardian Association ini.

Dalam peta sejarah Islam Trinidad & Tobago, Sayad Abdul Aziz adalah tokoh penting yang punya adil besar. Tak salah, jika ada yang menyebut Sayad adalah  tokoh stabilitas Islam di Trinidad. Dia disebut sebagai sosok penting karena memiliki sumbangsih besar menyebarkan Islam di Trinidad. 

Sayad datang ke Trinidad pada 1883. Dulu, dia mantan buruh di Afghanistan. Kala itu, ia merupakan salah satu orang Muslim Trinidad yang bisa membaca, menulis, bahkan  memahami bahasa Urdu. Selain itu, dia ahli di bidang matematika dan teknik. Selain aktif di IGA, Syad Abdul Aziz juga aktif di organisasi Nasional India Timur atau East Indian National Association (EINA) –yang beranggotakan Muslim India.

Beberapa tahun setelah mendirikan IGA, Sayad mengumpulkan teman-teman sejawatnya. Bersama beberapa tokoh dan pemuka Muslim di Trinidad & Tobago, pada 1931 kemudian membentuk organisasi yang lebih besar, yaitu Tackveeyatul Islamia Association (TIA). Beberapa tahun kemudian, organisasi ini pun berbadan resmi.

Jadi, Islamic Guardian Association tak saja organisasi keagamaan pertama di Trinidad & Tobago, tapi lebih dari itu, organisasi keagamaan ini telah menyemai bunga yang kemudian menyebarkan aroma harum bagi kelahiran organisasi-organisasi keagamaan Islam di Trinidad & Tobago di kelak kemudian hari.***

Foto: iStock