Refleksi 102 Tahun NU, KH. Anwar Iskandar Tegaskan Prinsip NU Tetap Memegang Tradisi Lama yang Baik

JENDELAISLAM.ID – Nahdlatul Ulama baru saja berulang tahun ke-102 tahun. Tentu saja, NU sudah banyak berbuat untuk agama, bangsa, negara, juga umat. Perjalanan panjang ini perlu direnungi.

“Layaknya sebuah ulang tahun, sebuah harlah, maka perlu kita melakukan renungan. Kita perlu melakukan kontemplasi selama 102 tahun ini sudah berbuat apakah NU ini terhadap bangsa, terhadap agama, terhadap negara, terhadap umat,” ujar KH. Anwar Iskandar, Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

KH. Anwar Iskandar (Kyai Anwar) menyampaikan hal ini pada acara Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur sekaligus peringatan Harlah ke-102 NU, di Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, pada Jumat (23/01/2024). 

Selama lebih dari satu abad ini, kata KH. Anwar Iskandar, sudah pasti banyak pencapaian sekaligus ada tantangan yang telah diraih NU.

Menurut Kyai Anwar, perlu refleksi mendalam atas perjalanan ini. Ada tiga esensi utama yang melatarbelakangi kelahiran NU.

Pertama, latar belakang NU berdiri adalah masalah agama.  Kedua, tanggung jawab terhadap negara.  Ketiga, NU lahir karena ingin menjadi pengayom umat.

Kyai Anwar menilai NU berperan besar dalam membangun ekosistem keilmuan melalui pesantren-pesantren.  Menurutnya, pesantren memiliki peran strategis dalam menjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah sekaligus melahirkan para ulama berikutnya.

“Di NU ini lahir para ulama yang kemudian mendirikan pesantren-pesantren yang selanjutnya melahirkan ulama-ulama berikutnya. Karena memang salah satu fungsi dasar pokok dari pesantren itu menyebarkan, menanamkan kepada anak-anak bangsa, generasi muda Islam agar paham Islam Ahlussunnah wal Jamaah itu,” jelasnya.

Menghadapi tantangan sekarang ini, Kyai Anwar mengingatkan pentingnya menjaga prinsip dasar NU di tengah perkembangan teknologi modern, termasuk artificial intelligence (AI) dan era digital. Ia mengingatkan untuk tidak silau dengan era digital, lalu melupakan ajaran-ajaran ulama terdahulu.

“Oleh karena itu perlu dipahami, modal besar NU ini adalah ilmu-ilmu di pesantren itu. Di era modern, butuh bekal untuk memahami ilmu modern dalam bentuk knowledge, dalam bentuk ilmu-ilmu yang berkaitan dengan alam,” ujarnya.

Sebab, menurut Kyai Anwar, sampai kapan pun, NU akan tetap berpegang pada prinsip memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik atau al-muhafadzhatu ala qadimis shalih, yaitu kitab-kitab salaf, kitab-kitab kuning, tapi juga wal akhdzu bil jadidil ashlah.***

Sumber: NU Online