JENDELAISLAM.ID –Saat ini semua usaha, baik industri skala besar maupun kecil semacam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), harus ada sertifikasi halal. Sertifikat halal ini untuk membantu konsumen Muslim memilih produk yang sesuai dengan ajaran Islam.
Atas pemberlakuan regulasi ini, banyak jasa retailer justru salah kaprah menyikapinya.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa memiliki sertifikat halal pada retailer tidak menjamin bahwa semua produk yang dijual telah terjamin kehalalannya. Di sisi lain, ada juga yang percaya bahwa sertifikasi halal tersebut otomatis menjamin kehalalan semua barang yang tersedia retailer tersebut.
Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) punya peran penting dalam menjamin kehalalan produk yang beredar di masyarakat. MUI bertugas menjaga umat dari produk yang tidak halal.
Hal itu disampaikan oleh KH. Miftahul Huda, Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
“Dalam fatwa suatu produk diharamkan karena terdapat najis atau terkena najis (mutanajjis). Hal ini kontaminasi najis menjadi salah satu titik kritis dalam jasa retailer. Jika produk terkena najis bisa disucikan dengan air serta bahan pembersih. Proses pensucian dianggap sukses ditandai dengan hilangnya bau, rasa, dan warna,” ujar Kyai Miftah, sebagaimana dikutip MUIDIgital, pada Kamis (12/12/2024).
Oleh karena itu, untuk menjaga integritas pasar halal di Indonesia, perlu regulasi yang kuat dan penegakan hukum yang konsisten.
Kyai Miftah mengatakan, sertifikasi halal pada jasa retailer bukanlah sekadar formalitas, tetapi merupakan tanggung jawab untuk menjamin produk yang dijual aman dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Agar kepercayaan konsumen tetap terjaga, retailer harus menjalankan proses sertifikasi halal secara konsisten. Menurut Kyai Miftah, dengan cara ini, diharapkan pasar halal di Indonesia dapat tumbuh dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Hal yang sama diutarakan oleh Muti Arintawati, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Menurutnya, sertifikasi halal dalam industri retail tidak hanya terbatas pada produk yang ditawarkan, tapi juga mencakup aspek-aspek operasional yang krusial.
Sertifikasi halal untuk jasa retailer meliputi pengelolaan alur bahan atau produk yang tidak boleh terkontaminasi oleh najis. Aspek ini mencakup berbagai tahapan, termasuk penyimpanan, distribusi (proses penerimaan barang), penanganan, serta penataan produk.
“Artinya, seluruh produk yang bersertifikat halal terjamin tidak terkontaminasi najis hingga sampai di tangan konsumen,” tambahnya.
Retailer yang ingin mendapatkan sertifikasi halal harus mengenali dan menangani produknya sesuai standar yang ditetapkan.
Berikut ini, kategori produk yang perlu penanganan berbeda:
Pertama, produk yang jelas halal, seperti: buah dan sayur, tidak memerlukan perlakuan khusus.
Kedua, produk haram, seperti: daging babi dan minuman beralkohol, harus dipisahkan untuk mencegah kontaminasi dan dilengkapi dengan label yang jelas.
Ketiga, produk dengan status kehalalan yang belum pasti, meskipun bebas babi, harus dikelola dengan hati-hati agar tidak mencemari produk halal.
LPPOM mewajibkan retailer memiliki prosedur tertulis yang mencakup semua aspek, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan pemajangan. Sebab, tanpa prosedur yang jelas, memungkinkan adanya kontaminasi produk halal dengan produk non-halal menjadi lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat merusak kepercayaan konsumen.***
Sumber: MUI & Foto: Pixabay/Alexas_Fotos
