JENDELAISLAM.ID – Salah satu tempat bersejarah di Madinah yang penting untuk jamaah haji kunjungi adalah Masjid Qiblatain. Masjid ini berada sekitar 7 km di sebelah timur laut Masjid Nabawi.
Baca juga: Inilah Tempat-tempat Bersejarah dalam Perjalanan Ibadah Haji
Masjid Qiblatain adalah masjid yang memiliki dua kiblat. Qiblatain artinya dua kiblat. Saat masa permulaan Islam, kaum Muslimin melakukan shalat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina.
Pada tahun ke-2 Hijriyah, saat Nabi Muhammad SAW melakukan shalat di masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat al-Baqarah: 144. Ayat ini memerintahkan kepada Nabi SAW agar mengubah kiblat shalat ke arah Ka’bah Masjidil Haram, Makah. Karena peristiwa tersebut, akhirnya masjid ini bernama Qiblatain (masjid berkiblat dua).
Melansir Arabnews, masjid ini dibangun oleh Sawad bin Ghanam bin Kaab pada tahun ke-2 hijriyah yang awalnya bernama Masjid Bani Salamah, karena dibangun di bekas rumah Bani Salamah.
Asbabun Nuzul Perubahan Arah Kiblat
Menurut Prof. Dr. KH. Aswadi, M. Ag, Konsultan Ibadah PPIH Daker Madinah, ada perbedaan pendapat mengenai waktu perpindahan arah kiblat tersebut.
“Itu tahun ke-2 Hijriyah. Sebagian mufassir menyatakan bahwa itu terjadi di bulan Sya’ban, ada yang mengatakan di bulan Rajab. Ada yang mengatakan terjadi di hari Senin, dan ada yang mengatakan hari Selasa. Ada yang mengatakan pada shalat Dzuhur, ada pula yang mengatakan shalat Ashar,” ujar guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Kisah perpindahan arah kiblat ini bermula ketika Nabi Muhammad mengunjungi ibu dari Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur dari Bani Salamah yang ditinggal mati keluarganya. Saat waktu shalat datang, Nabi SAW sedang melaksanakan shalat bersama para sahabat di sana.
Dua rakaat awal, Nabi SAW dan para sahabat masih menghadap ke Baitul Maqdis. Barulah setelah itu, Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat. Wahyu turun saat menyelesaikan rakaat kedua.
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” (QS. al-Baqarah: 144).
Begitu menerima wahyu ini, Rasul langsung menghadap Masjidil Haram, dan para jamaah mengikutinya.
Arsitektur Masjid Qiblatain
Lazimnya sebuah bangunan, Masjid Qiblatain juga mengalami beberapa kali renovasi. Awalnya, Khalifah Umar ibn al-Khattāb yang mengelola masjid ini. Lalu saat Kesultanan Usmani berkuasa, merenovasi dan membangun kembali.
Pada 1987, Pemerintah Raja Fahd, Kerajaan Arab Saudi, melakukan perluasan, merenovasi, dan membangun dengan konstruksi baru, tanpa menghilangkan ciri khas masjid tersebut.
Di bagian luar, arsitektur masjid terinspirasi dari elemen dan motif tradisional sehingga menampakkan citra otentik sebuah situs bersejarah.
Sedangkan, bagian utama masjid mengadopsi geometri dan simetri ortogonal yang menonjolkan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama menunjukkan arah kiblat yang benar dan kubah kedua sebagai pengingat sejarah saja. Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah kiblat.
Awalnya, Masjid Qiblatain memiliki dua arah mihrab yang menonjol yang digunakan oleh imam shalat, ke arah Makkah dan Palestina.
Usai renovasi, Masjid Qiblatain memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah. Adapun penanda kiblat lama yang ke Baitul Maqdis terpasang di atas pintu masuk ke ruang shalat. Desainnya merupakan reproduksi mihrab Sulaimani seperti di ruang bawah kubah sakhrah (kubah batu) di Yerusalem yang mengingatkan kepada mihrab Islam tertua yang masih ada.***
Sumber Teks & Foto: Kemenag
