JENDELAISLAM.ID – Setiap kali kita mendengar hari Jum’at, kita selalu teringat dengan shalat dan khutbah Jum’at di dalamnya. Ya, khutbah Jum’at yang sering didengar sebelum shalat Jum’at merupakan rangkaian dari shalat Jum’at. Shalat Jum’at dikatakan sah, jika ada khutbah Jum’at.
Demikian pula, khutbah tidak ada artinya tanpa shalat Jum’at. Keduanya merupakan satu paket yang harus ditunaikan.
Khutbah sebelum shalat Jum’at merupakan syarat sahnya shalat Jum’at. Ini adalah pendapat Empat Mazhab (Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad) bahwa khutbah Jum’at adalah syarat sah shalat Jum’at.
Namun demiian, khutbah Jum’at bukanlah pidato biasa layaknya kita berbicara di depan publik. Khutbah Jum’at memiliki ketentuan tersendiri dengan rukun-rukunnya, dan jika salah satu rukunnya tidak ada, maka khutbah tersebut dianggap tidak sah.
Selain khutbah Jum’at, ada khutbah lain yang dilakukan setelah shalat, yaitu: khutbah Idul Fitri, Idul Adha, dan khutbah shalat gerhana (kusuf dan khusuf). Sedangkan khutbah nikah disampaikan sebelum akad nikah.
Namun, hanya khutbah Jum’at yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Apa itu Khutbah Jum’at?
Seperti diketahui, hari Jum’at adalah hari yang mulia bagi umat Islam, dimana di dalamnya disyariatkan untuk melaksanakan shalat Jum’at. Namun, tidak semua umat Islam yang diwajibkan untuk shalat Jum’at, tetapi ada beberapa kelompok yang boleh tidak Jum’atan.
Nabi SAW mengatakan, “Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap Muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit” (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih).
Sebenarnya, khuthbah sama dengan pidato, nasehat, atau pesan (tausiyah). Namun, jika didefinisikan secara terminologi, khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di hadapan jamaah dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa tadzkirah (peringatan, penyadaran), mau’idzah (pembelajaran) maupun tausiyah (nasehat).
Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwa khutbah Jum’at adalah pidato yang berisi peringatan, pembelajaran maupun nasehat yang diucapkan dengan suara keras, dan berdiri jika memungkinkan sebelum shalat Jum’at dilaksanakan.
Mengingat khutbah merupakan bagian dari shalat Jum’at, maka tentu saja diperlukan penguasaan materi dan metodologi yang sesuai dengan khutbah.
Dalil tentang khutbah Jum’at ini terangkum dalam QS. Jumu’ah: 9,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at (shalat Jum’at), maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah urusan jual beli (urusan duniawi). Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui”
Dalam ajaran agama Islam, orang yang bertugas untuk membawakan khutbah disebut khatib. Syarat seorang khatib haruslah ikhlas, tanpa pamrih, tidak riya, tidak sum’ah (agar dipuji orang lain), ‘amilun bi’ilmihi (mengamalkan ilmunya), serta wara’ (menghindari yang syubhat).
Adapun materinya mesti mengandung beberapa unsur, seperti: tahdzir (peringatan, perhatian), tausiyah (pesan, nasehat), mau’idzah (pembelajaran, penyadaran), tabsyir (kabar gembira, harapan).
Karena itulah disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh jama’ah (boleh bahasa setempat), kecuali pada rukun-rukun khutbah. Allah SWT berfirman, “Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang dipahami oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka” (QS. Ibrahim: 4).
Rukun Khutbah
Khutbah Jum’at berbeda dengan pidato biasa mengingat pelaksanaan khutbah hanya tertentu, sebelum shalat Jum’at. Hal ini didasarkan pada hadits Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAWmelaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)” (HR. Bukhari). Sedang pidato biasa bisa dilakukan kapan saja.
Demikian pula, khutbah Jum’at harus memenuhi beberapa syarat yang mungkin tidak harus ada dalam pidato biasa. Ketentuan-ketentuan ini dikenal sebagai rukun khutbah.
Rukun-rukun tersebut adalah:
Pertama, membaca hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW dari Jabir RA.,“Sesungguhnya Nabi SAW berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah (dengan mengucap ‘Alhamdulillah’) dan menyanjung-Nya”(HR. Imam Muslim).
Kedua, membaca syahadat, yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”, berdasarkan hadits Nabi saw., “Tiap-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Ketiga, shalawat. Di antaranya adalah kalimat “Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad.”
Keempat, wasiyat takwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”.
Kelima, membaca ayat al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW dari Jabir bin Samurah RA, “Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada manusia” (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
Keenam, berdoa.
Semua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang pertama (hamdalah, syahadat, shalawat, dan wasiyat) diucapkan pada khutbah yang pertama dan kedua, sedangkan ayat al-Qur’an boleh dibaca pada salah satu khutbah (pertama atau kedua) dan doa pada khutbah yang kedua.
Sunnah-sunnah Khutbah
Di samping rukun yang harus dipenuhi dalam khutbah, ada banyak sunnah yang perlu kita laksanakan agar semakin punya nilai tambah. Berikut adalah kesunnahan yang dianjurkan:.
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar), seperti yang kita saksikan di kebanyakan masjid. Seperti itulah khutbah tempat khutbah dianjurkan agak tinggi.
2. Memberi salam.
3. Menghadap jamaah, berdasarkan hadits Nabi SAW dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya, “Adalah Nabi SAW apabila telah berdiri di atas mimbar, sahabat-sahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya” (HR. Ibnu Majah).
4. Suara jelas penuh semangat
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW bersabda,
“Adalah Rasulullah SAW biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya” (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW dari Abdurrahman bin Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad, ia berkata, “Adalah Nabi SAW apabila berkhutbah dalam suatu peperangan, beliau berkhutbah atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: hamdalah, syahadat, shalawat, wasiyat, ayat al-Qur’an dan doa.***
Sumber Foto: Pexels/Iva Prime
