Takjil “Gahwa” di Masjid Merah Panjunan Cirebon

JENDELAISLAM.ID – Jika Anda kebetulan berada di Cirebon saat bulan Ramadhan, cobalah sekali-kali berziarah ke Masjid Merah Panjunan. Pertama, Anda bisa berwisata ruhani di masjid bersejarah peninggalan Sunan Gunung Jati ini. Bangunan-bangunannya masih asli, berwarna serba merah dengan peninggalan porselen khas Tiongkok. Anda pun bisa memperoleh pengetahuan berharga, sebab tak sedikit orang yang mengadakan penelitian tentang masjid bersejarah ini.

Kedua, Anda akan menemukan tradisi menu takjil yang berbeda di masjid ini.

Di masjid yang berdiri pada 1453 ini, gahwa adalah menu istimewa yang disukai oleh banyak orang. Inilah sajian khas yang hanya ada di bulan Ramdhan dan tersedia di Masjid Merah Panjunan. Karena beda dan unik, bila Ramadhan tiba, banyak orang yang sengaja menyempatkan diri berziarah ke masjid ini sekadar mencicipi gahwa-nya. Mulai dari tukang becak yang biasa mangkal, warga sekitar masjid sampai para peziarah dari luar kota membaur di masjid ini.

Selain takjil, usai tarawih, jamaah masjid pun masih bisa menikmati minuman khas ini. Bahkan, bagi jamaah yang ingin beriktikaf di masjid –yang telah ditetapkan sebagai salah satu situs cagar budaya—, makanan untuk sahur pun disiapkan, karena selama bulan suci Ramadhan, warga sekitar memang berlomba-lomba untuk berbagi rezeki.

***

Asal muasal tradisi meminum gahwa saat Ramadhan sebenarnya sudah ada sejak pertama kali Masjid Panjunan didirikan dan berlangsung hingga kini. Konon, resep  gahwa berasal dari penghuni kampung  Panjunan generasi pertama. Saat itu, mereka sangat antusias menyambut datangnya Ramadhan.

Dimata mereka, Ramadhan bukan saja sarana untuk meningkatkan ibadah atau momentum untuk merenung dan memperbaiki diri, melainkan juga sarana untuk berbagi kepada sesama. Nah, salah satu suguhan yang tidak ada di tempat lain adalah kopi Arab (gahwa). Setelah itu, tradisi ini pun terus berlangsung hingga sekarang.

Kata gahwa sendiri diambil dari bahasa Arab, yaitu qahwah yang berarti kopi. Namun, rupanya, orang lebih mudah mengucapkan dan mengingat dengan ejaan gahwa. Kopi Arab pun bukan berarti kopinya diimpor dari Arab. Penisbatan nama Arab karena semula pembuatnya adalah orang Arab yang tinggal di Panjunan. Dan memang sejak dulu hingga kini, di kampung ini banyak terdapat komunitas Arab.

Lazimnya takjil di masjid, sajian dihidangkan secara gratis. Bahan-bahan gahwa sebenarnya sederhana, yakni kopi biasa, gula dan sejumlah rempah-rempah, seperti: pala, lada, jahe, serta cengkeh. Sebelum direbus, bumbu rempah-rempah direndam, lalu ditumbuk. Setelah air mendidih, bumbu dan kopi dimasukkan lalu diaduk hingga kental.

Untuk penyajian, hasil rebusan disaring dulu agar ampas kopi dan bumbu tidak ikut tersaji. Setelah jadi, barulah kopi Arab tersebut dibawa ke Masjid Merah disiapkan untuk berbuka puasa.

Anda penasaran? Datanglah ke Masjid Merah Panjunan.***