Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman: Saksi Sejarah Lahirnya Kota Pontianak

JENDELAISLAM.ID – Berada di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Hanya berjarak 200 meter di sebelah barat Istana Kadriah.

Lokasi Masjid dapat dijangkau melalui jalur sungai dan darat. Jalur sungai dapat diakses dengan menggunakan sampan atau speedboat dari Pelabuhan Senghie. Sedang jalur darat, penziarah dapat melalui jembatan Sungai Kapuas.   

Tonggak Kota Pontianak

Berdirinya masjid ini tak lepas dari peran besar Syarif Abdurrahman, putra Husein al-Habib penerus kerajaan Matan Ketapang. Setelah ayahnya meninggal, Syarif Abdurrahman meninggalkan Matan  dengan tujuan ingin menyebarkan agama Islam. Bersama rombongan yang berjumlah 14 buah perahu, Abdurrahman menyusuri Sungai Kapuas ke arah Hulu.

Pada 23 Oktober 1771, rombongan sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di daerah berbentuk tanjung ini, mereka naik ke darat, menebas hutan belantara dan menjadikan daerah pemukiman baru yang kemudian dinamakan Pontianak.

Di daerah baru tersebut,  mereka membangun sebuah masjid. Awal berdirinya, mirip dengan arsitektur Masjid Demak, dengan denah bujur sangkar dan atap susun dua dimana 4 pilar memikul struktur atap masjid ini. Atapnya rumbia, konstruksi  kayu dan belum ada namanya.

Selesai pembangunan masjid, Abdurrahman membangun tempat tinggal, di kemudian hari berkembang menjadi Keraton Kadriah. Abdurrahman terus membangun dan membuka wilayah. Rupanya banyak pendatang baru berdatangan dari wilayah lain juga memutuskan mukim di sini.

Pada tahun ketujuh melalui keputusan musyawarah, Abdurrahman diangkat menjadi sultan pertama Kerajaan Pontianak dihadiri oleh para pemimpin dari kerajaan-kerajaan di Borneo Barat, Kerajaan Palembang, Kerajaan Banjar, Raja Muda Riau dan sebagainya.

Tahun 1808, Sultan Syarif Abdurrahman meninggal dunia. Setelah dewasa, Syarif Usman, putra Syarif Abdurrahman, naik tahta sebagai Sultan Pontianak (1819-1855 M). Pembangunan masjid pun dilanjutkan. Dan untuk mengenang jasa pendiri, masjid ini dinamakan Masjid Jami‘ Sultan Syarif Abdurrahman.

Akses menuju Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman (Reyhan)

Campuran Berbagai Budaya

Kini, masjid ini memiliki panjang 33,27 m dan lebar 27,74 m. Masjid yang undak (seperti tajug ala arsitektur Jawa) paling atasnya mirip mahkota atau genta besar khas arsitektur Eropa ini menjadi saksi sejarah perubahan demi perubahan yang terjadi di Kota Pontianak dan sekitarnya.

Sebagian besar konstruksi bangunan dari kayu belian pilihan. Dominasi kayu belian ada pada pagar, lantai, dinding, menara, dan bedug besar di serambi masjid. 6 pilar utama (soko guru) penyangga ruangan masjid berdiameter 60 cm juga dari kayu belian. Konon, pilar-pilar tersebut berusia lebih dari 170 tahun. Selain pilar utama, ada 14 tiang pembantu.

“Pengaruh Eropa terlihat pada pintu dan jendela masjid, sedang pengaruh Timur Tengah pada mimbarnya berbentuk kubah. Lubang jendela di bidang dinding sebelah mihrab menggambarkan hubungan ruang dalam dan ruang luar lebih terasa, sehingga menggambarkan kedekatan dengan pencipta. Sementara pintu-pintu masuk yang berjumlah 17, seperti mencerminkan hubungan horizontal (hablun min an-nas),” kata Sjarief, Wakil Ketua DKM.

Kendati persis berdekatan dengan Sungai Kapuas, masjid ini tidak pernah kebanjiran karena fondasi masjid berjarak sekitar satu setengah meter di atas permukaan tanah.

Pada masa Sultan Utsman (1805-1855 M) dilakukan pengembangan luas masjid ke arah mihrab dengan penambahan dua pilar lagi. Di masa Sultan Muhammad (1895-1944) dilakukan pengembangan arsitektur atap, sehingga menjadi susun tiga.  

Atap masjid terbuat dari papan, disusun seperti pemasangan sirap. Tiap pergantian bidang susun atap terdapat bidang-bidang pencahayaan. Di ujung-ujung overstek terdapat lisplank dengan motif floris (merupakan idiom melayu).

Ada satu lagi yang menarik yakni kopel masjid (gerbang masuk, tempat tambatan sampan dan naik turunnya para jamaah dari seberang sungai). Bentuk atap dari kopel ini adalah dua bentukan atap pelana yang saling disilangkan. Di tengah pertemuannya, ada ornamen floris.  

Kegiatan Masjid

Sebagaimana umumnya masjid, setiap hari besar Islam juga dilangsungkan di masjid ini. Terutama saat perayaan Maulid Nabi Muhammad saw., acara turun temurun  dengan berbagai kegiatan, seperti: arak-arakan (kirap), khitanan massal, dan sebagainya.

Adapun di bulan Ramadhan, masjid ini menyelenggarakan kegiatan pembinaan keagamaan yang ditujukan pada remaja yakni kegiatan “Perkampungan Ramadhan”.  Di samping itu, juga menyalurkan berbagai zakat, infaq serta sedekah dari masyarakat. Hubungan masid dengan Keraton Kadriah senantiasa terjaga. Setiap hajatan, keraton selalu terlibat kegiatan di lingkungan masjid. Peringatan hari jadi Kota Pontianak juga diselenggarakan di masjid ini. Antara masjid dan embrionya (keraton serta kota Pontianak) berjalan seiring.***

Sumber Foto: Reyhan