Islam Tegaskan Tidak Ada Paksaan dalam Agama

JENDELAISLAM.ID –  Dalam al-Qur’an, ada ayat yang membicarakan tentang kebebasan memilih agama; memilih Islam atau lainnya. Sebab, Islam menganut prinsip tidak ada paksaan dalam agama (la ikraha fid din). Ayat tersebut terdapat dalam QS. al-Baqarah: 256.

Mengutip at-Thabari, QS. al-Baqarah: 256 berkaitan dengan seorang lelaki Anshar dari Bani Salim bin ‘Awf, menurut sebagian riwayat bernama al-Hushayn. Lelaki Muslim ini memiliki dua anak lelaki yang beragama Nasrani, sementara dirinya memeluk Islam.

Perbedaan agama ini, membuat Ibn ‘Awf bingung, kemudian menanyakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Tidak perlukah aku memaksa mereka, karena mereka tetap enggan memeluk Islam?”  

Kemudian Allah menjawab permasalahan ini melalui QS. al-Baqarah tersebut.

Dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (22/01/2025), Ustadi Hamsah, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan prinsip mulia dalam Islam, yakni “La ikraha fid din” (tidak ada paksaan dalam agama).

Berdasar ayat di atas, lanjut Ustadi, seseorang boleh memilih Islam sebagai agama yang haq atau sebaliknya.  

Menurut Ustadi, frasa “La ikraha” dalam ayat tersebut menunjukkan syiyagh al-umum, yaitu larangan segala bentuk paksaan. Sedangkan makna “fid  din” adalah tidak ada paksaan dalam menjalankan agama.

Larangan paksaan ini bukan berarti membebaskan individu dari tanggung jawab terhadap aturan Islam. Bagi ahl al-dzimmah, ketundukan pada aturan Islam adalah keharusan dalam batas-batas tertentu. Dakwah Islam, sesuai dengan ayat ini, menekankan pendekatan persuasif yang mengutamakan penyadaran, bukan pemaksaan.

Prinsip tidak adanya paksaan dalam agama ini, imbuh Ustadi, mencerminkan misi dakwah Islam yang humanis. Islam memandang dakwah sebagai media untuk menyadarkan manusia tentang kebenaran hakiki.

Dengan dakwah yang mengutamakan pendekatan persuasif, umat Islam diajak untuk memahami nilai-nilai luhur Islam tanpa tekanan, melainkan dengan kesadaran.

Menurut Ustadi, ada dua pelajaran penting dalam kandungan ayat di atas. Pertama, dakwah Islam tidak memaksa, tetapi berupaya membangun kesadaran kolektif bahwa keragaman adalah sunnatullah. Keanekaragaman manusia adalah bagian dari rencana Allah untuk menciptakan harmoni di tengah perbedaan.

Kedua, dakwah juga mengajak umat untuk memperkuat komitmen dalam berpegang teguh pada ajaran Islam secara utuh. Dalam konteks ini, Islam diibaratkan sebagai cahaya yang membimbing manusia untuk mengatasi sisi gelap dalam diri (shadow self) dan mengubahnya menjadi naluri positif (archetype).***

Sumber: Muhammadiyah Online & Foto: Tangkapan Layar quran.nu