Marak Perundungan, Begini Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati Terapkan Konsep Ramah Anak

JENDELAISLAM.ID – Belakangan ini, marak kasus kekerasan dan perundungan (bullying) di lingkungan pesantren. Hal ini pula yang menjadi perhatian Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati Jawa Tengah.

Menurut Hj. Tutik Nurul Janah, Wakil Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk menerapkan pesantren ramah anak.  Di sisi lain, secara bersamaan juga mengantisipasi terjadinya bullying dan kekerasan di lingkungan pesantren.

“Pengasuh memulai penerapan konsep pesantren ramah anak dengan kebijakan pembedaan lokasi atau tempat tinggal para santri sesuai dengan usia tumbuh kembangnya,” ujarnya, pada Jum’at (06/12/2024). 

Lebih lanjut, Ning Tutik, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan agar para santri dapat melalui proses pendidikan sesuai dengan usia tumbuh kembangnya.  Di pesantren Maslakul Huda, kata Ning Tutik, santri usia 13 – 15 tahun (usia remaja awal), ditempatkan di unit PMH Lil Mubtadiin dan unit PMH lil Mubtadiaat.  Setiap 10 – 12 santri di unit Lil Mubtadiin maupun lil Mubtadi’aat akan dibimbing oleh 1 orang musyrig/musyrifah.

“Pola pembimbingan dimulai dengan pembiasaan live skill sebagai bekal kehidupan sehari-hari untuk santri. Selain itu dilakukan pendampingan materi hafalan dan pembelajaran di madrasah dan di pesantren,” ujarnya. 

Isteri dari pengasuh Pesantren Maslakul Huda, KH. Abdul Ghoffar Rozin, ini menjelaskan kebijakan pesantren ramah anak, sebenarnya secara bertahap dilakukan Pesantren Maslakul Huda sejak tahun 2010, yakni saat unit pesantren Maslakul Huda Lil Mubtadiin terbentuk.  Selanjutnya, secara kontinyu, pengasuh memberikan arahan mengenai pentingnya membekali diri mengenai persoalan kekinian, termasuk soal pesantren ramah anak.

“Kami semua saat ini dalam tahap terus berupaya dan belajar untuk meng-upgrade diri. Baik sebagai person-person, maupun sebagai lembaga,” ucap Ning Tutik.

Poin penting yang harus dilakukan dalam penerapan pesantren ramah anak, papar Ning Tutik, adalah membangun kesepahaman pentingnya mewujudkan pesantren ramah anak di antara segenap stakeholder pesantren, seperti: pengasuh, pengurus, orang tua, santri, ustadz, ustazah, musyrif, dan musyrifah. 

Berikutnya adalah adanya kajian secara komprehensif mengenai pola perilaku anak masa kini dan mempelajari pendekatan yang sesuai dengan perkembangan santri.  

Di samping itu, Ning Tutik mengingatkan bahwa pentingnya komunikasi positif antar stakeholder pesantren, orang tua santri, dan pemerintah, demi kebaikan bersama. Wali santri adalah bagian penting dalam mewujudkan pesantren ramah anak yang sama-sama bisa melakukan penguatan kepada anak-anaknya. 

“Pengasuh selalu dawuh (mengatakan), hari ini tidak ada lagi istilah pasrah bongkoan kepada pesantren. Orang tua juga harus menjadi faktor penting dalam memberi pemahaman kepada anak-anak di pesantren mengenai hal-hal yang penting dilakukan saat hidup secara komunal di pesantren,” tandasnya.***

Sumber: NU Online