JENDELAISLAM.ID – Jangan pernah meremehkan atau menganggap enteng profesi dan tugas juru bicara (jubir). Sebelum siap benar menemui raja paling lalim dalam sejarah manusia—Fir’aun, Nabiyullah Musa As. merencanakan dengan cermat agenda terbesarnya sebagai utusan Tuhan.
Salah satu persiapan yang penting adalah menentukan siapa yang akan mendampinginya menemui Fir’aun. Musa kemudian mengajukan permohonan kepada Tuhan, mengusulkan nama Harun bin Imron.
Menurut riwayat, Nabi Musa memiliki jadwal “kunjungan” ke Tuhan di bukit Tursina, tempat yang sangat suci. Di sana, Tuhan menunggu. Ketika tiba, Tuhan berfirman melalui wahyu-Nya.
“Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Lepaskan sandalmu! Engkau sedang di Tuwa; wadi yang kudus.” (QS: Thaha:12). Kemudian, terjadilah dialog panjang yang tercatat dalam banyak ayat. Ayat-ayat dialog antara Tuhan dan Musa tersebar di beberapa surah, termasuk surah Thaha.
Musa As adalah satu-satunya Nabi yang pernah mengusulkan pengangkatan seseorang menjadi Nabi. Orang yang diusulkan adalah Harun bin Imron, kakaknya, untuk menjadi juru bicara atau jubir. Musa menyampaikan alasan bahwa Harun lebih fasih berbicara.
“Huwa afshahu minni lisanan–dia lebih fasih lidahnya daripada aku,” kata Musa kepada Tuhan, yang kemudian menyetujui usulannya.
Dalam skala lebih kecil yang berkaitan dengan kunjungan ke Rumah Tuhan—Baytullah di Makkah Al Mukarramah, tugas juru bicara dilakukan oleh Hafida Jufri. Tugas utamanya adalah sebagai perawat di Tim Kesehatan di Kloter UPG 3 (Pare-pare, Barru, dan Maros) yang berada di Sektor 1, kawasan Syisyah.
Kelompoknya terdiri dari 450 jamaah, dengan lima persen di antaranya adalah lansia (lanjut usia). Selain usia lanjut, mereka juga tidak pernah memiliki pengalaman melakukan perjalanan jauh, apalagi ke luar negeri.
Ibadah haji adalah perjalanan terjauh mereka, melintasi puluhan ribu kilometer dari Tanah Air menuju Tanah Haram. Nenek Djumrah Pattawi Talibe (88) adalah salah satu lansia yang melakukan perjalanan jauh ini. Ia juga harus menempuh perjalanan darat yang tidak mudah.
Perjalanan sekitar 150 kilometer dari Pare-Pare ke Embarkasi Haji Ujung Pandang. Djumrah sangat membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Dalam keterbatasan jamaah lansia seperti Djumrah, kehadiran para perawat seperti mata air di tengah padang pasir.
Djumrah merasa mendapat bantuan “tangan malaikat” saat perawat datang menyapa. Djumrah yang datang sendiri dari kampung, tidak memiliki siapa pun yang bisa membantunya kecuali atas izin Allah.
Namun, ia yakin bahwa selain mengirim “surat undangan,” Tuhan juga telah menyiapkan segala urusan terkait keberangkatannya ke Rumah-Nya. Dan benar, Tuhan mengirim Hafida Jufri (45), petugas haji yang diamanahi negara untuk merawat jemaah, terutama lansia.
Saat tim dari MCH Daker Makkah Al Mukarramah datang, Rabu (5/6/2024), Hafida sedang menerima “kunjungan” rutin dari jemaah yang mengeluhkan kondisi kesehatan dan meminta pemeriksaan. Ia standby bersama dokter jaga, dr Rudy Karima (37), dan Ketua Kloter, Hasyim Usman.
Salah satu “langganan” Hafida adalah Djumrah. Namun, Djumrah tidak hendak diperiksa atau meminta obat karena sakit tertentu, melainkan hanya butuh teman. Dan Djumrah sudah mendapat perhatian dari Hafida sejak keberangkatan dari Pare-Pare.
Dengan mengucap “bismillaahi majreeha wa mursaha,” Djumrah meninggalkan kota Makassar dan menjalankan salat qasar. Di dalam pesawat, Djumrah berpisah dari Hafida, namun merasa tenang karena akan tinggal di hotel yang sama dengan Hafida.
Jarak jauh, kelelahan, dan waktu perjalanan yang panjang sempat membuatnya “shocked.” Ia bahkan ingin kembali ke kampung ketika baru sehari tiba di Madinah.
“Saya khawatir beliau terserang demensia,” ujar Hafida tentang kondisi Djumrah. Namun, kekhawatiran Hafida tidak berlangsung lama, karena Djumrah semakin sehat. Hingga akhirnya, Djumrah melakukan umrah wajib di Masjidil Haram dan merasa sangat bahagia. “Ibu senang bisa sampai di Ka’bah?” tanya tim MCH.
Djumrah tidak menjawab langsung, melainkan menoleh berharap Hafida menerjemahkan pertanyaan tersebut dalam bahasa Bugis. Setelah Hafida menjelaskan, Djumrah mengangguk dengan wajah berseri-seri, menunjukkan kebahagiaannya.
Ia menatap Hafida dengan erat, dan Hafida mencium tangan Djumrah dengan penuh hormat. Hubungan batin antara keduanya begitu kuat, seperti ibu dan anak. Hafida bahkan bisa memahami keinginan Djumrah sebelum ia mengutarakannya.
Pada musim haji 2024/1445, Kementerian Agama RI (Kemenag) kembali memainkan peran penting, mendidik, melatih, dan memberi amanah kepada petugas haji seperti Hafida. Ribuan petugas telah disiapkan untuk melayani jemaah haji.***
