Eny Retno Yaqut: Makna Kurban itu Membebaskan Diri dari Belenggu Egoisme dan Kepentingan Duniawi

JENDELAISLAM.ID – Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama (Kemenag) menggelar pengajian bulanan di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (30/5/2024).  Tema ceramah agama kali ini adalah “Idul Adha: Spirit Berbagi Meraih Taqwa Hakiki.”

Sesuai tuntunan syariah, penyembelihan hewan kurban pada hari Idul Adha memang berupa unta, sapi, atau kambing. Namun, di balik penyembelihan hewan kurban tersebut, sesungguhnya berkurban punya makna yang sangat dalam.

Eny Retno Yaqut, Penasehat DWP Kemenag RI, mengatakan hal tersebut. Ia menerangkan bahwa kurban pada Idul Adha sebenarnya bermakna menyembelih hawa nafsu, ego, dan kesenangan dunia yang melebihi kewajaran maupun segala sesuatu menjadikan manusia sebagai budak dunia.

“Sejarah awal manusia sesungguhnya dimulai dari pertarungan menaklukkan segala kepentingan hasrat, kepentingan diri, dan angkara dunia di tengah relasi orang lain dan lingkungannya,” lanjutnya.

Pertarungan menaklukkan kepentingan hasrat dan kepentingan diri, inilah yang pernah Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Ibu Siti Hajar, contohkan melalui peristiwa kurban.

“Bagaimana keluarga Nabi Ibrahim ini memberi contoh kepada kita tentang ketundukan dan kepatuhan diri kepada Tuhannya. Demi menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim AS rela menyerahkan anak kesayangannya Ismail AS sebagai bentuk menaklukkan diri dari dunia dan demi sesuatu yang luhur menuju ketaqwaan yang hakiki,” tutur Eny Retno Yaqut.

Tidak mungkin ketiga insan kekasih Tuhan ini rela hati mengorbankan nyawa Ismail AS, urainya, apabila mereka masih terbelenggu oleh egoisme dan kepentingan duniawi. “Mereka adalah insan yang tercerahkan dan terbebaskan dari hasrat yang berbau egoisme,” ujarnya.

Ustadz H. Syamsuddin Nur Makka, sependapat dengan Eny Retno Yaqut. Dalam tausiyahnya, ia menerangkan bahwa manusia tidak akan mencapai kebahagiaan sebelum mengorbankan apa yang dicintainya.

“Apa yang engkau cintai, engkau sedekahkan. Apa yang engkau senangi, sedekahkan. Kebahagiaan tidak hanya didapat ketika menerima, tetapi juga ketika kita memberi. Karena selamanya tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,” ucapnya.

Ustadz Syam, biasa disapa, menambahkan bahwa berbagi pada bulan Dzulhijah mendapat pahala lebih besar karena termasuk salah satu dari empat bulan yang diutamakan Allah.***

Sumber Teks & Foto: Kemenag