Mengapa Perlakuan Adil terhadap Buruh Penting dalam Islam?

JENDELAISLAM.ID – Tiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. May Day juga ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hari ini diperingati di seluruh dunia untuk menghormati perjuangan para pekerja dalam memperjuangkan keadilan dan pekerjaan yang layak.

Namun, dalam tataran praktis, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap keberadaan buruh. Posisi buruh sebagai pekerja masih kerap diperlakukan semaunya sendiri.  

Sebenarnya, bagaimana Islam memandang keberadaan pekerja?

Sebelum menjelaskan buruh dalam perspektif Islam, mari kita lihat terlebih dahulu buruh dalam perspektif kapitalis dan sosialis.

Dalam sistem kapitalis yang banyak dianut oleh manusia modern sekarang ini, hubungan antara pekerja dan majikan ditempatkan pada posisi yang berbeda.

Kapitalisme menganggap buruh hanyalah pekerja dan si majikan adalah pemberi kerja.

Oleh karena itu, status di antara mereka memiliki tingkatan kelas yang berbeda. Hal ini dikenal dengan istilah stratifikasi sosial.

Dalam hal upah, misalnya, kapitalisme menganggap kapitalis memberikan upahnya sebagai kompensasi dari apa yang telah dilakukan atau untuk melanjutan hidup, dan jumlah upah disesuaikan dengan standar hidup minimum di daerah tempat pekerja bekerja.

Di sisi lain, dalam pandangan sosialis, tenaga pekerja adalah pihak yang sangat dieksploitasi oleh sistem kapitalis.  Karena itu, kepemilikan individu atas alat produksi harus dihapuskan dan menuntut peran pemerintah sebagai pelaksana ekonomi.

Pandangan Islam terhadap Pekerja

Lain dengan kedua sistem di atas, Islam menekankan keadilan bagi para pekerja. Hal ini karena Islam adalah rahmatan lil alamin.

Memang sebelum Islam datang, hubungan antar-manusia penuh dengan penindasan, ketidak-adilan, dan kesenjangan ekonomi, sehingga memunculkan kelompok-kelompok berdasarkan suku dan kabilah. Dan struktur sosial ini menciptakan stratifikasi sosial yang sangat kuat.

Setelah masa Rasulullah, Islam datang dan memandang pekerja sebagai makhluk Allah SWT yang setara dengan manusia lainnya. Keberadaan manusia sama dimata Allah SWT. Yang membedakan hanyalah ketakwaannya (QS. al-Hujurat: 13).

Oleh karena itu, Islam tidak memandang pekerja berbeda satu sama lain. Islam tidak membebaskan individu seperti halnya kapitalisme. Islam juga tidak membenci orang kaya seperti dipahami oleh kaum sosialis.

Sebaliknya, Islam memotivasi agar setiap orang untuk menjadi kaya dan berbuat baik kepada orang lain dengan kekayaan mereka. Ini adalah prinsip keadilan.

Meskipun setiap orang didorong untuk tetap produktif, ia harus menyadari bahwa ia memiliki hak atas apa yang ia peroleh yang harus ia berikan kepada orang lain. Dengan demikian, klop antara ego pribadi yang terkendali yang mewujud dalam bentuk kepedulian terhadap orang lain.

Dr. H. Asep Usman Ismail, MA, melalui bukunya “al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial” begitu apik menyuguhkan konsep kesejahteraan sosial dalam kacamata agama; berlandaskan ajaran al-Qur’an.

Konsep Islam tentang Tenaga Kerja

1. Pekerja sebagai Saudara

Dalam kapitalisme, kehormatan manusia sudah disamakan dengan mesin produksi. Akibatnya, perusahaan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan pekerja. Dalam hal ini, tenaga kerja ini dianggap sebagai alat produksi.

Dalam Islam pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada yang berada di tempat lebih tinggi, meskipun dalam struktur perusahaan jelas ada kelompok pemilik modal, pemilik saham, pekerja, dan sebagainya.

Oleh karena itu, hubungan antara majikan dan pekerja adalah hubungan kekeluargaan, kemitraan, dan simbiosis mutualisme. Yang satu tidak boleh menindas atau merasa ditindas oleh yang lain. Keduanya saling membutuhkan dan kerjasama bersifat timbal balik.

2. Memperlakukan Pekerja dengan Terhormat

Islam sangat mementingkan tenaga kerja. Buruh mendapat tempat yang sangat tinggi sebagai seorang pekerja sebagaimana seorang majikan juga bekerja dengan mempekerjakannya. Karena itu, Islam mewajibkan pengusaha untuk menciptakan suasana kekuargaan antara pengusaha dan pekerja (QS. al-Hujurat: 10).

Salah satu ajaran Islam tentang ketenagakerjaan adalah bahwa beban pekerjaan tidak boleh melebihi kapasitas pekerja.

Dengan demikian, kezaliman pengusaha terhadap pekerja antara lain adalah tidak membayar upah pekerja secara layak, memaksa pekerja bekerja di luar kontrak kerja yang telah disepakati, dan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang,  termasuk mengingkari hak-hak pekerja seperti hak untuk dapat menjalankan kewajiban beribadah dan hak untuk istirahat ketika sakit.

3. Upah yang Layak  

Upah dalam Islam didefinisikan dalam QS. an-Nahl: 97 dengan kata “jaza’” (pahala atau balasan).

Kata “walanajziyannahum” dalam ayat ini berarti bahwa pekerjaan akan diberi imbalan baik di dunia (materi) maupun di akhirat (pahala).

Islam tidak melihat upah hanya sebatas imbalan yang diberikan kepada pekerja, tetapi sebagai nilai moral yang mengacu pada konsep kemanusiaan. Dengan kata lain, pemberi kerja tidak boleh mengeksploitasi pekerja dan buruh tidak boleh mengeksploitasi pemberi kerja.***

Sumber Foto: Pixabay/sanjay_kj