Waktu-waktu Terlarang untuk Shalat

JENDELAISLAM.ID – Memang shalat adalah ibadah yang telah ditentukan kaifiyahnya, syaratnya, serta rukunnya. Tetapi, ada satu hal yang perlu diperhatikan yaitu pas pada waktunya. Jangan lupa, waktu pelaksanaan shalat mesti sesuai dengan ketentuannya. Tidak boleh sembarangan. Sebab, ada beberapa waktu tertentu yang harus diwaspadai agar shalat yang dilakukan tidak menjadi terlarang.

Sebagian ulama menyebut waktu-waktu yang dilarang untuk melakukan shalat itu dengan hukum makruh (sangat dibenci bila orang tetap melangsukan shalatnya), sebagian besar ulama lain menganggap waktu-waktu yang terlarang itu dengan hukum haram untuk melaksanakan shalat.

Dengan adanya rambu-rambu tersebut, maka agama mengharuskan  seorang Muslim menjalankan shalat di waktu-waktu yang sudah disediakan. Ini sekaligus agama mengajarkan bagi umatnya untuk berlaku disiplin. Jangan coba-coba menerjang rambu-rambu yang sudah diatur. Karena itu, setiap Muslim harus mengetahui waktu-waktu tersebut sehingga tidak shalat pada waktu-waktu yang dilarang.

 Ada beberapa hadits yang dijadikan rujukan berkaitan dengan waktu-waktu yang terlarang untuk melakukan shalat. Pertama, hadits dari Uqbah bin Amir RA yang berkata, “Ada tiga waktu di mana Nabi saw. melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah kami: yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam” (HR. Muslim).

Hadits kedua, dari Abu Said al-Khudri RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada shalat setelah Shubuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah Ashar sampai matahari tenggelam” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ketiga, Ibnu Umar RA, Rasulullah SAWbersabda, “Apabila terbit matahari, maka akhirkan shalat sehingga matahari meninggi. Dan apabila matahari mulai tenggelam sehingga benar-benar menghilang” (HR. Bukhari dan Muslim).

Para ulama kemudian mengklafisikasikan waktu-waktu terlarang berdasarkan hadits-hadits di atas menjadi lima waktu.

Pertama, ketika matahari mulai terbit hingga agak tinggi.

Kedua, ketika matahari tepat berada di tengah langit hingga tergelincir.

Ketiga, ketika matahari mulai tenggelam hingga tenggelam sempurna. Keempat,    setelah shalat Shubuh hingga matahari meninggi.

Terakhir, setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam.

Boleh Asal Ada Sebab

Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat-shalat yang dilarang pada waktu-waktu terlarang adalah shalat-shalat sunnah.

Lebih spesifik, Imam Syafi’i menyebutkan bahwa makruh hukumnya menjalankan shalat yang tidak memiliki sebab pada waktu-waktu tersebut (shalat sunnah rawatib misalnya). Sedangkan untuk shalat sunnah yang memiliki sebab, seperti: shalat tahiyatal masjid, shalat gerhana, shalat jenazah dan sebagainya, tetap boleh dikerjakan di waktu-waktu tersebut dan tidak makruh sama sekali.

Menurut Syafi’i, mengenai shalat sunnah tahiyatal masjid ini ada acuannya jelas. “Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua rakaat (shalat sunnah tahiyatul masjid)” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian halnya meskipun shalat saat khutbah Jum’at adalah terlarang, namun ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda,  “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid dan khatib sedang berkhutbah di mimbar, maka janganlah kalian duduk sampai kalian menunaikan shalat sunnah dua rakaat.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa waktu khutbah saja diperintahkan untuk melaksanakan shalat sunnah tahiyatal masjid padahal termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka untuk waktu lainnya (yaitu termasuk waktu terlarang) lebih-lebih diperbolehkan untuk  mengerjakan shalat sunnah ini.

Di samping shalat sunnah yang ada sebabnya, menurut jumhur ulama, shalat yang boleh dikerjakan pada waktu-waktu terlarang yaitu shalat wajib.  Pembolehan pelaksanaan shalat wajib di waktu terlarang ini terkait adanya udzur, seperti tertidur. Misalnya, seseorang yang terbangun pada saat matahari mulai terbit, maka boleh baginya mengerjakan shalat Shubuh tanpa harus menunggu selesainya matahari terbit.

Lain halnya dengan para ulama Hanafi. Menurut kelompok kedua ini, larangan untuk mengerjakan shalat di waktu-waktu terlarang itu meliputi semua macam shalat bahkan shalat fardhu sekali pun kecuali shalat Ashar dan shalat jenazah. Menurut Abu Hanifah, orang yang mengerjakan shalat di waktu terlarang tersebut, shalatnya dianggap batal karena larangan memiliki makna batal bila dilakukan.

Adapun pengecualian untuk shalat Ashar, mereka mendasarkan hadits Rasulullah SAW, “Barang siapa yang mendapat satu rakaat dari shalat Ashar, sebelum matahari terbenam, dia telah mendapatkan shalat Ashar dengan sempurna” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun demikian, di antara pendapat-pendapat yang ada berkenaan dengan waktu-waktu terlarang, pendapat Syafi’ilah yang dinilai lebih tepat dan kuat. Sebab, sandaran dalilnya lebih shahih, tidak kontradiktif dengan dalil lainnya dan juga rasional.

Alasan Dilarang

Larangan pada waktu-waktu tersebut dilarang karena shalat di dalamnya menyerupai ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik yang menyembah matahari.  Nabi SAWmenjelaskan alasan dilarangnya shalat pada waktu-waktu tersebut berdasarkan sabdanya kepada Amr bin ‘Abasah al-Sulami:

“Kerjakan shalat Shubuh, kemudian jangan  kerjakan shalat hingga matahari terbit. Karena (saat itu) matahari terbit di antara dua tanduk syetan dan saat itu pula orang-orang kafir bersujud kepadanya. Setelah itu silahkan mengerjakan shalat (sunnah) karena shalat itu disaksikan dan dihadiri (oleh malaikat) sehingga bayangan tegak lurus (tengah hari). (Saat itu) jangan kerjakan shalat, karena neraka sedang dinyalakan. Jika bayangan telah condong, silahkan kerjakan shalat karena shalat disaksikan dan dihadiri (oleh malaikat) sehingga engkau mengerjakan shalat Ashar. Sesudah itu janganlah engkau mengerjakan shalat hingga matahari terbenam. Sesungguhnya matahari terbenam di antara dua tanduk syetan dan ketika itu orang-orang kafir bersujud kepadanya.” (HR. Muslim).

Syaikh Hasan Ayyub dalam “Fikih Ibadah”, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan terbit di antara dua tanduk syetan dan terbenam antara dua tanduk syetan adalah para iblis menghadap kepadanya tatkala matahari terbit dan terbenam. Sehingga apabila orang bersujud kepadanya itu berarti mereka sedang sujud kepada para syetan.

Hadits di atas menjadi dalil bahwa iblis memiliki dua tanduk, dan ketika matahari sedang terbit maupun tenggelam, iblis mendatangi matahari sehingga seolah-olah matahari terbit di antara dua tanduknya. Hadits ini sekaligus menjadi dalil bahwa sebagian manusia ada yang menyembah matahari.  

Saat-saat matahari terbit dan terbenam, iblis ingin mengacaukan shalat orang-orang yang melakukannya. Oleh karena itu, dimakruhkan melaksanakan shalat pada saat-saat seperti itu untuk menjaga shalatnya sebagaimana dimakruhkannya melaksanakan shalat di tempat-tempat yang menjadi tempatnya syetan.

Demikian ulasan singkat mengenai waktu-waktu terlarang untuk shalat yang perlu kita perhatikan.***

Dari berbagai sumber & Foto:  Pixabay/StayWeird