JENDELAISLAM.ID – Guru madrasah itu bukan hanya mengajar siswa, tapi juga mesti membentuk karakternya. Ini seperti halnya dilakukan oleh para nabi.
Thobib Al-Asyhar, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) pada Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, menyampaikan demikian dalam seminar dan diskusi buku bertemakan “Menjadi Guru ala Nabi” dan “A Miscellaneous Book Moderasi Beragama” pada Rabu (08/01/2025) di Aceh.
Dosen tetap di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia ini menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menerapkan banyak metode mengajar, seperti: dialog dan tanya jawab, pemanfaatan alat peraga, serta penggunaan humor. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
“Metode yang digunakan Nabi Muhammad SAW sangat bervariasi dan kontekstual, dengan tujuan tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi membentuk karakter dan kepribadian murid,” ucapnya.
Diskusi ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) ar-Raniry Banda Aceh dalam rangkaian memperingati Hari Amal Bhakti ke-79 Kementerian Agama.
Dua narasumber utama adalah: Direktur GTK Madrasah Kementerian Agama, Thobib Al-Asyhar, dab Imam Rawatib Masjid Al-Hikmah di New York (2022 – 2024), Munawir Umar. Sementara moderator adalah Nashriyah, Kepala PSGA LP2M UIN Ar-Raniry.
Menurut Thobib, amat penting meneladani Nabi Muhammad SAW dalam mendidik generasi masa depan. Pasalnya, selain Nabi Muhammad adalah seorang rasul, beliau juga seorang pendidik yang luar biasa dengan karakteristik dan kompetensi yang relevan diterapkan hingga kini.
“Nabi Muhammad mengajarkan lebih dari sekadar ilmu, tetapi juga akhlak dan kepribadian,” ungkapnya.
Thobib menjelaskan bahwa ada tiga kompetensi utama yang dimiliki Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pendidik, yakni Kompetensi Personal – Religius, Kompetensi Sosial – Religius, dan Kompetensi Pedagogik – Religius. Ia juga mengungkapkan bahwa setiap nabi adalah guru karena tugas utama mereka adalah menyampaikan wahyu dan mendidik umat.
Di samping itu, mantan Sekretaris Menteri Agama RI ini juga menekankan enam karakteristik penting yang harus dimiliki seorang guru untuk mencetak generasi unggul, seperti: dedikasi pada tugas, daya pikat emosional, mencintai ilmu dan profesi, mengembangkan potensi anak didik, membangkitkan rasa ingin tahu, serta empati dan respek terhadap murid.
Sementara itu, Munawir Umar yang juga Kandidat Doktor Institut Ilmu al-Qur’an Jakarta mempresentasikan tentang pentingnya moderasi dalam pendidikan, khususnya dalam konteks Aceh. “Rasulullah memberikan teladan luar biasa sebagai seorang guru. Beliau selalu mendengarkan, berpikir sebelum berbicara, dan terbuka terhadap kritik,” jelasnya.
Menurutnya, pendidikan ala Nabi jauh lebih efektif dengan memberi teladan nyata daripada sekadar berbicara.
Diharapkan, para dosen dan guru madrasah dari Banda Aceh dan Aceh Besar, yang mengikuti seminar ini dapat mengaplikasikan nilai-nilai dalam pendidikan sehari-hari.
Di sesi lain, forum ini juga mengulas buku “A Miscellaneous Book Moderasi Beragama” yang ditulis oleh tim dosen UIN Ar-Raniry dan disunting oleh Manager Program PKMB, Rahmad Syah Putra, serta Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Mujiburrahman.
Harapannya, seminar ini menginspirasi peserta untuk menerapkan metode pendidikan ala Nabi dalam praktik sehari-hari.***
Sumber: Kemenag
