JENDELAISLAM.ID – Para peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam yang diadakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengunjungi sejumlah situs bersejarah di Kudus, Kamis (07/11/2024).
Kunjungan tersebut merupakan rangkaian acara yang bertujuan untuk menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam yang mengedepankan toleransi dan akulturasi budaya.
Para peserta diajak menyaksikan rumah adat khas Kudus yang telah berusia ratusan tahun. Berikutnya, berziarah ke makam Sunan Kudus (pendiri Masjid dan Menara Kudus), serta makam KH. Raden Asnawi (salah satu tokoh pendiri NU).
Mereka juga berkesempatan menyaksikan Menara Kudus serta area makam yang tentunya penuh dengan nilai sejarah Islam.
Ahmad Ginanjar Syaban, Ketua Panitia Konferensi Internasional Humanitarian Islam, mengatakan bahwa kunjungan ini sangat penting bagi para peserta yang datang dari berbagai negara. Kunjungan ini menambah pengetahuan mereka untuk memahami bagaimana Islam dapat menyebar dengan tetap menghormati budaya lokal, menciptakan harmoni melalui akulturasi dan dialog.
“Para peserta sangat antusias melihat bagaimana Islam tersebar di Jawa melalui proses akulturasi, dialog antar-budaya, dan antar-agama yang halus dan kaya makna. Hal ini direpresentasikan dalam arsitektur Menara Kudus yang memadukan unsur budaya Islam dan Jawa,” paparnya.
Ginanjar menjelaskan bahwa kunjungan ini sangat penting karena para peserta dapat melihat langsung nilai-nilai kemanusiaan diterapkan dan nilai-nilai Islam dikembangkan oleh para ulama di Nusantara ini yang menjunjung tinggi akulturasi, toleransi, dialog, dan hidup berdampingan secara damai.
Sementara itu, Zainal Arifin, Sekretaris Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, memberikan sambutan hangat kepada para peserta. Ia mengapresiasi ketertarikan mereka terhadap nilai-nilai lokal Kudus yang kental dengan sejarah penyebaran Islam yang damai.
Ia berharap, para peserta dapat membawa pesan ini ke luar negeri bahwa Islam bisa hidup berdampingan dengan budaya lokal.
“Kudus ini memiliki nama yang sama dengan kota suci al-Quds dan Masjid Menara Kudus yang diberi nama al-Aqsa, menggambarkan bagaimana keakraban budaya dan agama bisa saling melengkapi. Kami berharap kearifan lokal ini bisa menjadi inspirasi di luar negeri,” urainya.
Setelah berkunjung di situs penting Kudus, rombongan melanjutkan perjalanan ke Kelenteng Sam Poo Kong di Semarang. Di sana, mereka belejar tentang jejak Laksamana Cheng Ho, seorang laksamana Muslim Tiongkok abad ke-15 yang menjadi simbol dialog antar-peradaban. Berikutnya, para peserta akan menuju Yogyakarta. ***
Sumber: NU Online
