Begini Cara Tebuireng Bangun Pesantren Ramah Anak

JENDELAISLAM.ID – Salah satu pesantren yang sudah lama menerapkan konsep ramah anak adalah Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sejak kepemimpinan KH. Shalahuddin Wahid (2006 – 2020), Pesantren Tebuireng masif menerapkan kebijakan pesantren ramah anak.  Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Pondok Pesantren Tebuireng putra, Ustadz Machmud.

Menurut Ustadz Machmud, kebijakan KH. Salahuddin Wahid sejak memimpin Tebuireng langsung menekankan pada pesantren ramah anak.  “Sejak era KH. Salahuddin Wahid dulu, Pesantren Tebuireng sudah menerapkan pesantren ramah anak,” beber Ustadz Machmud kepada NU Online, Ahad (03/11/2024).

Apa yang dilakukan KH. Shalahuddin Wahid dalam mewujudkan hal itu? Menurut Ustadz Mahmud, langkah pertama adalah memperbaiki sistem pembinaan di Pesantren Tebuireng dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Hal ini supaya setiap santri terjaga dengan baik dan jauh dari kekerasan. 

Setiap kamar santri, ada satu pembina yang mendampingi. Bahkan di Pesantren Tebuireng 2, setiap kamar ada dua pembina. Untuk pengawas kinerja pembina, setiap blok atau asrama ada koordinator pembina.  Para pembina tersebut dibina dan diberikan bekal secara khusus cara mendidik anak dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi anak.  Pemateri dalam kegiatan tersebut bukan hanya dari internal, melainkan juga melibatkan pihak eksternal. 

Selain itu, KH. Salahuddin Wahid juga memperbaiki infrastuktur pesantren yang ada, seperti: fasilitas kamar tidur, kamar mandi, tempat makan, masjid, tempat belajar hingga kebersihan asrama, pakaian, dan makanan. 

Saat ini, jelas Ustadz Machmud, Pesantren Tebuireng memiliki sistem yang rapi untuk pengasuhan atau pembinaan santri secara ramah. Tahap pertama, calon pengurus akan mengikuti diklat di Pesantren Tebuireng 2. Sistem ini sudah berjalan sejak era KH. Salahuddin Wahid.  Para calon pengurus secara intensif belajar berbulan-bulan bersama pakar pendidikan dan ahli psikologi dari berbagai kampus di Jawa Timur. Mereka juga dididik memiliki kemampuan problem solving.  Sedangkan untuk kedisiplinan dan kebersihan, para calon pembina atau pengurus tersebut didampingi oleh tim khusus dari Rindam V Brawijaya Malang, Jawa Timur selama 24 jam. 

“Kerja sama dengan UIN Malang, Kementerian Agama, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Kabupaten Jombang masih berjalan hingga saat ini untuk menciptakan pesantren ramah anak,” ungkapnya. 

Hal yang sama disampaikan oleh pembina Pesantren Tebuireng putri, Rizky Amaliah. Dikatakan, Pesantren Tebuireng begitu serius membangun situasi pesantren ramah anak di Tebuireng. Terbaru, ia bersama 30 koordinator pembina diharuskan mengikuti diklat selama 3 hari di Tebuireng. Padahal sebelumnya sudah ikut diklat dua bulan. 

“Kegiatannya terbaru yaitu diklat selama 3 hari, dengan peserta awal 30 orang dari koordinator pengurus dan pembina, ada 7 materi dengan pemateri dosen dari UIN Malang,” ujarnya. 

Tindak lanjutnya dari diklat ini, mereka juga harus memberikan materi kepada pembina lain dalam forum diskusi khusus. Langkah ini menjadi penting supaya setiap pembina kamar memiliki pemahaman yang sama terkait pengasuhan santri.*** 

Sumber:  NU Online & Foto: Pesantren Tebuireng