JENDELAISLAM.ID – Pada Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2024, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya peran santri dalam kemajuan bangsa.
Menurut Kyai Marsudi, santri memiliki tanggung jawab besar sebagai pilar bangsa. Namun, tentu saja tanggung jawab tersebut beriringan dengan tantangan besar. Perubahan masif akibat teknologi saat ini, tambah Kyai Marsudi, mengharuskan para santri untuk tidak hanya terampil dalam ilmu agama, tetapi juga melek teknologi.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI, KH. Arif Fahrudin, mengatakan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah memastikan agar ilmu para ulama dan santri tetap menjadi rujukan utama di tengah derasnya informasi digital.
“Kalau dulu orang mencari rujukan agama dengan mendatangi para ulama, sekarang banyak yang mengambilnya dari media digital yang belum tentu terverifikasi,” bebernya.
Oleh karena itu, Kyai Arif menegaskan bahwa pendidikan pesantren harus bisa menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Menurutnya, penting untuk tetap menjaga kualitas pendidikan yang holistik, yang tidak hanya fokus pada ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter dan moralitas.
“Santri tidak hanya dididik untuk menjadi ahli agama, tetapi juga untuk mampu beradaptasi dan menghadapi tantangan zaman yang serba digital,” tambahnya.
Disrupsi yang terjadi saat ini, kata Kyai Arif, memunculkan fenomena yang disebut sebagai “matinya kepakaran,” dimana otoritas ulama mulai terancam oleh banyaknya informasi yang tidak terverifikasi di internet.
“Kita harus memastikan agar klaim ‘matinya kepakaran’ ini tidak mendapatkan legitimasi yang kuat. Ilmu para kyai, santri, dan ulama tidak bisa digantikan oleh algoritma,” tegasnya.
Kyai Arif menambahkan bahwa santri memiliki posisi unik dalam masyarakat Indonesia, karena selain berperan sebagai penjaga moralitas, mereka juga dapat menjadi agen perubahan yang kritis terhadap berbagai isu sosial dan politik. Dengan demikian, penting sinergi antara pendidikan agama dan keterlibatan aktif dalam berbagai persoalan masyarakat.
Jelas, imbuh Kyai Arif, posisi ulama dan santri tidak akan tergantikan sepenuhnya oleh perkembangan teknologi, karena mereka memiliki aspek-aspek yang tidak dimiliki oleh mesin, seperti: hati, interpretasi, dan reputasi.
Kyai Marsudi dan Kyai Arif sepemahaman bahwa santri harus mampu menjaga amanah dan berkontribusi dalam membangun bangsa, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman dan mampu beradaptasi dengan perubahan global. Sehingga, santri tidak hanya menjadi pewaris tradisi, melainkan juga pemimpin masa depan yang mampu menjawab tantangan-tantangan baru di era digital.***
Sumber: MUI & Foto: AB Jamblang
