Masjid at-Taqwa Ujung Harapan Bekasi: Masjid yang Menyatukan Umat

JENDELAISLAM.ID – Masjid yang berdiri megah di atas kompleks Pesantren Putra at-Taqwa ini punya sejarah panjang yang luar biasa. Bukan saja menjadi kebanggaan masyarakat Ujung Harapan saja, melainkan sudah menjadi milik bersama masyarakat Bekasi. Kisahnya tertoreh bersama dengan kisah kepahlawanan sang pendirinya, KH. Noer Ali.

Yang membanggakan dari zaman kelahirannya hingga sekarang adalah masjid ini tetap memainkan peran yang sangat penting, yakni sarana pemersatu umat.

Dulu, sewaktu masyarakatnya masih terpencar-pencar akibat penjajahan yang tak berkesudahan, masjid ini  mampu menyamakan visi arah perjuangan, memobilisasi massa untuk sama-sama menentang setiap penjajahan di muka negeri.

Masyarakat digembleng bukan saja melalui ilmu agama, namun juga olah fisik untuk mengantisipasi setiap kemungkinan ancaman yang datang dari luar. Dan sekarang ini, Masjid at-Taqwa membawahi lebih dari 40 mushalla yang tersebar di sekitar Ujung Harapan. Semua mushalla itu selalu berkoordinasi dengan Masjid at-Taqwa sebagai induknya menyangkut setiap kegiatan kemasyarakatan.   

Kilas Balik at-Taqwa

Masjid ini berdiri bebarengan berdirinya Pesantren at-Taqwa sekitar tahun 1952. Ukurannya tak lebih dari 30 x 30 meter berbahan kayu. Modelnya serupa dengan bangunan masjid pada umumnya.

Sebelumnya memang sudah ada dua masjid berdiri di kampung Ujung Harapan tersebut. Posisinya berjauhan, satunya ada di bagian utara, dan satunya ada di bagian selatan. Dua masjid ini dipergunakan secara bergantian untuk shalat Jum’at tiba. Namun, kedua masjid ini cukup merepotkan bagi jamaahnya karena lumayan jauh jaraknya setiap kali akan menjalankan ibadah.

KH. Noer Ali kemudian berinisiatif mendirikan sebuah bangunan yang cukup representatif pada masanya agar shalat Jum’at dilakukan di satu titik saja. Ternyata masyarakat menyambut antusias, mengingat posisinya berada di tengah-tengah di antara dua masjid yang sudah ada sehingga memudahkan masyarakat beraktivitas.

Malahan Masjid at-Taqwa berhasil menyatukan umat dengan menjadikannya sebagai sentral segala kegiatan. Hal ini pernah diutarakan oleh KH. A. Rosyidi, pengurus Masjid at-Taqwa, beliau (KH. Noer Ali) menggunakan masjid sebagai pusat kegiatan, apapun kegiatan kemasyarakatan mulai dari pendidikan, mengajar sampai urusan politik dan strategi perang.   

Seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat, Masjid at-Taqwa bersolek. Bangunan lama tak terlihat lagi. Renovasi total dilakukan. Masjid diperluas menjadi 50 x 50 m terdiri dua lantai. Kapasitasnya juga jauh lebih besar yakni sekitar 5000 jamaah.

Kendati sudah diperbesar, jika Jum’atan tidak mampu menampung jamaah hingga luber di halaman. Pasalnya semua jamaah mushalla terdekat bergabung untuk melakukan Jum’atannya di at-Taqwa. Apalagi bila Idul Fitri dan Idul Adha, jalanan umum memanjang juga dijadikan tempat untuk shalat.   

Dari kejauhan Masjid at-Taqwa dengan wajah baru sudah terlihat megah nan indah.

Tampak dari depan, mata kita langsung tertuju pada gapura menuju pintu utama. Lengkungan itu dilapisi granit hitam dan persis atas tengah bertuliskan kaligrafi Arab lafadz Allah. Sisi kanan depan sampai kiri sebelum masuk pintu utama, berjajar tiang-tiang yang cantik, ada yang berbentuk bulat berukir, ada pula yang berbentuk kotak berukir.

Kemudian di sisi kanan dan kiri masjid terdapat dua kubah seperti menara namun tidak menjulang. Ada tiga pintu masuk menuju ruang utama, satu pintu utama di bagian muka dengan ukuran 6 x 6 m berlafadzkan kalimat thayyibah. Dua pintu dari arah samping berukuran 4 x 4 m. Ketiga pintu itu berbahan kayu jati tanpa sambungan yang didatangkan dari Jawa, dan ukirannya dikerjakan oleh pengrajin asal Jepara. Desain pintu-pintu ini mengadopsi pintu-pintu yang ada di Madinah, dimana besar dan lebar namun tetap ringan ketika dibuka.

Tidak cukup di situ saja, semua kusen, tempat mimbar dan material kayu menggunakan kayu jati dengan aksentuasi ukiran yang menarik. Di dinding sebelah kiri dan kanan, berbahan kaca dengan beberapa ventilasi udara yang lebar-lebar dan tinggi-tinggi sehingga udara sejuk dari luar lebih mudah menerobos.    

Di atas pintu bagian dalam sisi kanan dan kiri, ada lengkungan dengan dominasi kehijau-hijauan mengadopsi dari seni Mesir. Adapun semua lantai mulai ruang utama hingga serambi masjid, semuanya berbahan marmer.

Memang bentuk asli masjid at-Taqwa telah berubah total dan jauh lebih megah. Akan tetapi nilai-nilai historisnya tetap melekat terlebih popularitas KH. Noer Ali sebagai ulama, pendiri, pahlawan nasional yang terus dikenang masyarakat.

Tak Pernah Sepi   

Tantangan utama masjid besar dan megah adalah bagaimana memakmurkannya.  Namun Masjid at-Taqwa beda. Lokasinya yang berada di dalam kompleks pesantren membuat masjid ini selalu ramai oleh aktivitas jamaahnya, terutama para santri yang sehari-harinya memfungsikannya untuk belajar, mengaji, shalat berjamaah lima waktu, menjalankan shalat sunnah dan berdzikir. 

Belum lagi saat Ramadhan datang. Di samping full dengan agenda pengajian para santri, ada yang spesial di penghujung  sepuluh hari terakhir (asyrul awakhir). Iktikaf di masjid ini diikuti tak kurang dari 500 jamaah, terdiri dari jamaah anak-anak maupun orang tua berasal dari berbagai daerah. Bedanya iktikaf di masjid ini berlangsung 24 jam nonstop, dan jamaahnya harus menginap di masjid untuk mengikuti rangkaian pengajian yang diselenggarakan.

Aktivitas yang khas lagi dan diselenggarakan secara besar-besaran di Masjid at-Taqwa adalah peringatan Maulid Nabi SAW. Acara ini juga dimaksudkan untuk merekatkan silaturrahmi antar sesama dengan setumpuk agenda keagamaan. Maulid Nabi ini dihadiri oleh seluruh ulama, pejabat, politisi di seluruh Bekasi, bahkan tokoh-tokoh teras provinsi maupun pusat tak ketinggalan hadir di tempat ini.***

Sumber Foto: TL Ali Mubarok