JENDELAISLAM.ID – Rasanya makin hari, wajah dunia pendidikan di negeri ini kerap ternoda oleh bercak-bercak perilaku yang sama sekali tidak mendidik. Bukan lantaran minim prestasi dalam dunia pendidikan, tetapi kemerosotan moral anak yang belakangan ini semakin mengkhawatirkan.
Coba cermati problem pendidikan yang kerap diekspos oleh media di tahun 2024 ini. Kita akan menemukan banyak contoh yang membuat hati orang tua mana pun teriris-iris sembilu.
Padahal semua orang tahu dunia pendidikan adalah lembaga untuk menempa anak didik, yang harusnya steril dari perilaku tak bermoral, seperti tawuran, pembulian, dan sebagainya.
Seperti dilansir Tempo, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, mencatat bahwa data pengaduan KPAI menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.
Menurut Aris, upaya keras, masif, terstrukrur, aksi nyata, serta terukur dalam pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan wajib dilakukan untuk mengakhiri kekerasan di satuan pendidikan.
Salah satu kasus kekerasan anak yang menarik perhatian publik pada tahun 2024 ini adalah bullying atau perundungan pelajar SMA Binus School Serpong Tangerang.
Perlu Kepedulian Banyak Pihak
Tentu saja, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Ada yang berasal dari lingkungan dalam keluarga, ada pula yang berasal dari dari luar keluarga.
Lingkungan dalam keluarga yang dimaksud adalah bimbingan orang tua, komunikasi orang tua, dan kontrol orang tua.
Bisa jadi keluarga lepas tanggung jawab atas aktivitas keseharian anak yang seharusnya masih dalam bimbingan mereka, bisa pula anak tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya, bisa pula komunikasi orang tua dan anak tidak terjalin dengan baik.
Jika ditelisik lebih jauh lagi, banyaknya kasus anak yang lepas kendali karena tidak sedikit di antara mereka yang tidak mendapatkan rasa kenyamanan di lingkungan terdekatnya (keluarga). Akibatnya, mereka melampiaskan rasa frustasinya dengan mencari lingkungan baru, yang belum tentu baik.
Dalam ilmu psikologi, remaja umumnya punya sikap conformity yaitu kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain. Ini bisa memberikan dampak yang positif maupun negatif.
Apabila komunitas yang diikuti atau diimitasi itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral agama dapat dipertanggungjawabkan, misalnya komunitas orang-orang shaleh, berbudi pekerti luhur, kreatif, rajin belajar, aktif berorganisasi, maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadi yang baik.
Sebaliknya, apabila komunitas itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral, maka sangat dimungkinkan remaja akan menampilkan perilaku seperti komunitas tersebut.
Celakanya, banyak orang tua yang tidak menyadari hal mendasar ini. Tidak banyak perhatian yang diberikan pada perilaku anak yang masih labil. Orang tahu baru tersentak ketika anak mereka sendiri terlibat masalah.
Padahal, keluarga bisa menjadi garda terdepan dalam mengawasi anak-anaknya. Keluarga (orang tua) harus bisa menanamkan nilai-nilai, bukan aturan semata. Nilai-nilai di rumah (keluarga) sebagai pintu (utama) sangat penting. Dan selama ini, pengawasan terhadap anak oleh keluarga sangat kurang.
Faktor lain yang berdampak signivikan terhadap perilaku anak adalah globalisasi. Arus informasi dan jaringan komunikasi yang begitu cepat tanpa filterisasi.
Sayangnya, perkembangan teknologi yang pesat tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas budi pekerti. Kemerosotan moral itu sendiri juga dipengaruhi oleh situasi sosial-budaya di sekitarnya.
Situasi ini diperparah dengan belum memadainya pola dan kurikulum pendidikan di Indonesia dalam mengajarkan moral kepada anak didik. Sebagai contoh, tidak ada titik temu antara pelajaran pendidikan agama dan kenyataan di lapangan. Terlihat jelas bahwa porsi KBM dalam pendidikan agama masih sangat kecil.
Selain itu, pengajaran agama di sekolah hanya bersifat teoritis dan tidak aplikatif. Pendidikan agama yang baik sebenarnya berimplikasi positif terhadap moralitas yang tercermin dalam kegiatan sehari-hari.
Inilah mengapa moralitas anak didik sangat berkaitan erat dengan pendidikan agama yang mereka terima di sekolah, selain bimbingan orang tua di rumah.
Karena itu, semua pihak harus memiliki kepedulian terhadap masa depan anak dengan perannya masing-masing demi menyelamatkan generasi penerus yang lebih baik. Sebab, peran mendidik bukan dari lembaga pendidikan semata, tetapi keluarga, dan lingkungan memiliki peran yang sama.
Upaya yang Bisa Dilakukan
Mengingat anak remaja labil dan rentan mudah terkontaminasi oleh perilaku-perilaku negatif, sudah semestinya ada upaya preventif agar anak tidak sampai jatuh pada kubangan tak bermoral, seperti terlibat tawuran, narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya.Â
1. Keluarga harus berperan dalam mendidik, mengatur, dan membimbing anak. Anak-anak tidak boleh dibiarkan tanpa arah dan kontrol.
2. Berikan keteladanan, tanamkan nilai-nilai kebaikan. Kita tahu, anak-anak khususnya usia dini selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang sekitarnya. Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru dan diikuti anak. Untuk menanamkan nilai-nilai agama, termasuk pengamalan agama, terlebih dahulu orang tua melakukannya.
3. Berikan pengertian tentang segala hal yang baik untuk dilakukan dan yang harus dijauhkan.
4. Komunikasi yang baik antara anak dan keluarga adalah jalan dua arah.
5. Sekolah memiliki tanggung jawab dan andil di dalam menanamkan pendidikan moral, tidak sekedar mencekoki siswa dengan sains semata. Sekolah harus memiliki metode dan strategi yang efektif dalam pelaksanaannya. Pendidikan agama juga harus diberikan secara terus-menerus dan intensif, baik di dalam maupun di luar kelas.
6. Memperkenalkan lingkungan yang sehat dimana anak-anak dapat mengembangkan minat, dan bersosialisasi secara sehat.
Memang mencegah lebih baik ketimbang mengobati. Namun jika suatu masalah sudah terjadi, apakah kita membiarkan begitu saja?
Tentu tidak. Kita tetap harus cukup bijak untuk membantu anak-anak yang sudah kadung terkontaminasi perilaku negatif untuk sadar.
1. Jangan mengucilkan! Perlakukanlah mereka secara manusiawi, bimbing mereka ke jalan yang benar. Setiap orang memiliki peran dalam hal ini, termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2. Ajaklah mereka berdialog. Hal ini akan membantu untuk mengetahui masalah apa yang ada di dalam diri seseorang yang dapat membawanya ke dalam perangkap perilaku negatif.
3. Memberi semangat bahwa jalan meniti masa depan masih panjang dan perlu keseriusan! Tidak menodai masa depannya dengan perilaku-perilaku yang justru akan menenggelamkan masa depannya sendiri.
Selamat Hari Pendidikan Nasional!***
Sumber Foto: FB ABJ
