SPARK 2024: Memberdayakan Pemimpin Agama untuk Menyelesaikan Konflik Sosial

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais), Kemenag, Adib Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais), Kemenag, Adib (Kemenag).

JENDELAISLAM.ID – Program Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK) 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) bertujuan untuk melibatkan penghulu dan penyuluh agama dalam menangani konflik sosial yang berdimensi agama di masyarakat.

Melalui program ini, Kemenag berupaya mencegah konflik tersebut dengan meningkatkan keberanian, kecintaan pada perdamaian, serta kepekaan dan kecakapan teknis para penyuluh dan penghulu.

Menurut Adib, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais) Kemenag, SPARK 2024 dirancang untuk mempertajam kepekaan dan kecakapan teknis para penyuluh dan penghulu dalam membuat keputusan ketika menghadapi atau mencegah konflik.

Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah penyuluh dan penghulu yang terampil dalam resolusi konflik dengan membuka enam angkatan yang dibagi dalam enam zona wilayah.

Syarat untuk mengikuti program SPARK 2024 antara lain adalah berstatus sebagai penyuluh PNS, P3K, atau PAH, serta penghulu PNS dan P3K.

Selain itu, calon peserta harus mengisi form pendaftaran, siap mengikuti tahapan seleksi dan pelaksanaan Bimtek SPARK, serta bersedia menjadi Aktor Resolusi Konflik (ARK) di wilayahnya masing-masing.

Mereka juga diminta untuk membuat tulisan sebanyak 700 hingga 1000 kata tentang kondisi kehidupan beragama dan relasi antar kelompok/paham keagamaan, dilengkapi dengan data kelompok/paham keagamaan yang ada di kecamatannya masing-masing.

Diutamakan juga bagi peserta yang telah mengikuti MOOC Deteksi Dini yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Kementerian Agama.

Terakhir, peserta diminta untuk mengikuti akun Instagram @bpkiurais dan @bimasislam.

Dengan demikian, SPARK 2024 diharapkan dapat menghasilkan penyuluh dan penghulu yang tidak hanya memiliki keberanian dan kecintaan pada perdamaian, tetapi juga memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk menginisiasi langkah-langkah pencegahan dan penanganan konflik sosial berdimensi keagamaan secara efektif.***

Sumber Teks & Foto: Kemenag