JENDELAISLAM.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti pernyataan salah satu jamaah Masjid Aolia di Gunung Kidul, Yogyakarta, yang menetapkan 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4) setelah menelepon Allah SWT.
MUI menilai kasus yang terjadi di Gunung Kidul itu sebuah kesalahan sehingga perlu diingatkan.
“Kasus di sebuah komunitas di Gunung Kidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan. Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan,” kata Ketua MUI Asrorun Ni’am kepada wartawan, Sabtu (6/4/2024).
Menurut Ni’am, praktik agama tersebut bisa dikatakan menyimpang jika dilakukan dalam kondisi kesadaran penuh. Sehingga, katanya, mengikuti praktik tersebut hukumnya haram.
“Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram,” ujarnya.
Ni’am menyampaikan, puasa Ramadan termasuk dalam ibadah mahdlah. Penentuan awal dan akhir ibadah telah ditetapkan oleh syariah. Pelaksanaannya pun, jelas Ni’am, mesti berlandaskan ilmu agama serta keahlian.
“Tidak boleh hanya didasarkan pada kejahilan. Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tak punya ilmu di bidangnya,” tegasnya.
Diketahui, video pernyataan pimpinan jemaah Aolia viral di media sosial lantaran menetapkan 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4). Pernyataan itu viral bukan karena mereka merayakan lebaran di hari Jumat, tetapi karena ada pengakuan bahwa penetapan Lebaran itu atas perintah Allah SWT.
“Saya tidak pakai perhitungan, saya telepon langsung kepada Allah SWT. Ya Allah kemarin tanggal 4 malam 4, ya Allah ini sudah 29. 1 Syawal kapan, Allah SWT hadir kok, tanggal 5 Jumat, lah makanya kalau disalahkan orang bagaimana, ya nggak apa-apa urusannya Gusti Allah,” ucap orang tersebut menggunakan bahasa Jawa dalam video viral itu.***
Sumber Teks: Detik & Foto: MUI
