Pondok Pesantren Majelis Taklim al-Hikmah (PERMATA): Mendidik Santri agar Berilmu, Beramal, dan Bermanfaat

JENDELAISLAM.ID – Semula pesantren ini hanya menyelenggarakan ngaji kitab-kitab kuning saja. Sama seperti kebanyakan pesantren salaf pada umumnya. Hanya saja lambat laun model pembelajaran seperti ini tampak kurang berkembang. Kesannya, cenderung monoton.

Efeknya membuat para santri seperti kurang bergairah. Bukan berarti metode yang berjalan sebelumnya tidak baik, bukan itu, melainkan pesantren butuh sesuatu yang baru dan lebih greget. Apalagi situasi zaman sudah sedemikian berubah.

Fenomena inilah yang mendorong PERMATA harus meramu metode yang lebih inovatif. Sampai satu titik kesimpulan bahwa pesantren sudah seharusnya mengembangkan pembelajaran yang berkurikulum. 

“Memang semestinya pembelajaran ada kurikulum. Bila ada kurikulum mungkin tidak akan meloncat-loncat. Kelemahan kebanyakan pesantren selama ini mungkin disebabkan tidak mempersiapkan kurikulum yang pas,” kata Gus Mujib, panggilan akrab Muh. Mujiburrahman (pengasuh PERMATA sekarang ini).

Mau tidak mau PERMATA dituntut untuk membuat terobosan baru daripada sekedar mengaji saja. Mulailah dari menyelenggarakan ngaji kitab kuning dengan sistem bandongan, kemudian merambat dengan pembelajaran secara klasikal, lantas menyelenggarakan pendidikan formal yang mengacu kurikulum pemerintah. Terobosan tidak berhenti di sini, piranti multi media pun perlahan mulai dikenalkan dalam kegiatan belajar mengajar.

“Semua pendidikan yang ada di sini, memadukan antara pengajaran konvensional dengan media teknologi. Sekali pun demikian, referensi kitab-kitab klasik sebagai ciri pesantren salaf tetap dipertahankan. Soalnya, anak-anak sekarang lebih senang dengan teknologi komputer sehingga mau tidak mau pesantren juga berupaya keras bagaimana memadukan antara pengajaran yang sudah ada dengan penggunaan teknologi,” tambah Gus Mujib.

PERMATA sadar, pemanfaatan media teknologi secara terarah akan membawa pengaruh positif terhadap para santri dalam proses kegiatan belajar mengajar. Justru ini akan memperkaya metode pengajaran yang sudah ada.

Lahir dari Majelis Taklim

PERMATA berlokasi di desa Kajen Margoyoso Pati, persisnya berada di sebelah utara Masjid Kajen. Semula PERMATA adalah sebuah majelis taklim yang digagas sekaligus dibimbing oleh KH. Ma’mun Muzayyin. Majelis taklim ini dikenal dengan istilah MATA (Majelis Taklim al-Hikmah).

KH. Ma’mun Muzayyin sendiri adalah pendidik sejati. Pendidik yang tidak pernah merasa bosan untuk membagikan ilmunya. Beliau menguasai semua cabang ilmu agama, ini terlihat saat mengajar kitab selalu berganti-ganti. Semangat mendidiknya patut diacungi jempol. Meskipun kadang kurang sehat, beliau tidak meliburkan ngajinya malahan justru memperpanjang waktu ngaji dari biasanya.

Sosok kharismatik, dari pasangan H. Muzayyin dan Hj. Mustaniroh,  ini juga mengisi pengajian di kediamannya sendiri, di masjid dan dan beberapa majelis taklim. Di samping itu, beliau juga mengajar di beberapa lembaga pendidikan formal yang ada di sekitar Kajen dan sekitarnya, di antaranya mengajar di Mathali’ul Falah, Madrasah Salafiyyah dan beberapa madrasah lainnya.

“Bapak dulu (KH. Ma’mun Muzayyin) mengadakan pengajian kitab kuning biasa di rumah. Waktu itu, belum ada asrama. Muridnya berasal dari pesantren-pesantren sekitar,” tutur putra pertama KH. Ma’mun Muzayyin, pendiri PERMATA, dari 11 bersaudara.

Nah, sebagian orang yang mengikuti pengajian inilah yang kepincut menjadi santrinya. Maka dibukalah Pondok Pesantren Majelis Taklim al-Hikmah (PERMATA) pada tahun 1979. 

Al-Hikmah sendiri dimaksudkan agar santri yang menuntut ilmu di pesantren ini diharapkan bisa mengamalkan dan memberi manfaat kepada orang banyak.   

Sejak ada PERMATA, maka pengajian kitab kuning semakin intens dilaksanakan, terutama sehabis shalat maktubah. Namun mengingat minat santri, baik putra maupun putri, semakin besar, PERMATA kemudian juga menyelenggarakan pendidikan formal, yakni MADINAH (Madrasah Diniyah al-Hikmah) yang semua materi pelajarannya adalah agama, kemudian berganti dengan nama PRIMA (Perguruan Islam al-Hikmah).  

PRIMA berdiri pada 1989 yang awalnya adalah Madrasah Diniyyah (MADINAH). Pada perkembangan berikutnya, berdiri Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs.) pada 1993, kemudian disusul Madrasah Ibtidaiyyah pada 1995. Lalu pada 1996, Kopontren PERMATA MITRA SEJAHTERA dibuka.  

Ratusan santri belajar di tempat ini. Sebagian besar bermukim di asrama, sebagian lagi hanya ngalong. Biasanya yang ngalong adalah yang belajar di lembaga formal saja.

Mencari Formula yang Pas

Seiring dengan berkembangnya, PERMATA pun membenahi metode pembelajaran yang sudah ada. Selain tetap mempertahankan sistem sorogan dan bandongan di pesantren, juga memasukkan metode belajar yang lebih modern (berkurikulum dan melengkapi dengan piranti teknologi).

Inilah nilai plus PERMATA. Di samping mengadopsi sistem belajar yang kekinian, juga tidak menghapus muatan lokal (materi kepesantrenan) yang ada. Malahan muatan lokal pun menjadi syarat kenaikan kelas atau kelulusan di samping materi kurikulum Diknas (pendidikan nasional) pun harus lulus. Tak mengherankan apabila pesantren ini juga masih menyelenggarakan tes baca kitab kuning dan baca al-Qur’an yang disimak oleh para kyai dan ustadz. 

Sepeninggal KH. Ma’mun Muzayyin yang wafat di Makkah pada 23 Dzulhijjah 1421 H waktu Indonesia, tongkat estafet beralih pada putra pertamanya, Muh. Mujiburrahman. Di tangan sang putra, pesantren terus dikembangkan, baik fisik pesantren maupun mutu pendidikan. Kendati demikian, menurut Gus Mujib, harus terus dipikirkan formula yang pas agar pesantren eksis, tetap menjadi tujuan belajar agama sekaligus santri bisa berprestasi.

Maka dari itu, PERMATA terus mengembangkan kegiatan-kegiatan positif dan membekali segudang keterampilan para santri agar lebih mandiri. Sesekali momentum besar yang sudah menjadi agenda rutin, seperti safari dakwah, diselenggarakan. Safari dakwah adalah mendatangi daerah-daerah minus (lemah secara ekonomi dan agama), dimana dalam kegiatan ini, para santri dan pihak pesantren bisa terjun langsung ke masyarakat, berdialog, memberi santunan serta memberikan beasiswa.***

Sumber Foto: Dok. PRIMA