JENDELAISLAM.ID – Bila kita set back ke masa Jahiliyah, tentu kita akan kembali teringat bahwa pada asalnya khamr bukanlah sesuatu yang terlarang. Bahkan khamr merupakan minuman kebanggaan dan tradisi yang berkembang luas bagi masyarakat Arab. Ini juga seringkali dilukiskan dalam berbagai syair Arab.
Namun kebiasaan ini berangsur-angsur ditinggalkan semenjak Allah SWT menegaskan bahwa khamr merusak akal sehat, seperti dalam QS. an-Nahl: 67, “Dan dari buah kurma dan anggur, bisa kamu buat minuman memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah swt. bagi orang-orang yang memikirkan.”
Umar bisa menangkap pesan ayat itu. Ia kemudian berdoa, “Ya Allah, jelaskan kepada hamba-Mu ini secara tuntas tentang khamr, karena ternyata khamr selain menguras harta juga merusak akal.”
Kemudian Allah SWT menjawab pertanyaan Umar melalui wahyu-Nya kepada Rasulullah SAW dengan paparan objektif, setitik nikmat minuman keras, menimbulkan dosa besar.
Firman Allah SWT, “Mereka bertanya kepadamu mengenai khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…” (QS. al-Baqarah: 219).
Waktu itu, produksi dan konsumsi khamr berjalan terus. Umar kembali berdoa. Kemudian turun wahyu kepada Rasulullah SAW, QS. an-Nisa: 43 yang mempersempit waktu konsumsi khamr, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”
Rupanya Umar masih belum puas mengingat ayat tersebut bisa ditafsirkan bahwa orang boleh mabuk di luar waktu shalat. Umar pun kembali berdoa, lantas turun wahyu QS. al-Maidah: 90-91 kepada Rasulullah SAW, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, supaya kamu beruntung. Sesungguhnya setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran minum khamer dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah swt. dan melakukan shalat, maka berhentilah kamu (mengerjakan pekerjaan itu)!”
Mendengar ayat ini, orang-orang yang semula di tangannya masih memegang botol dan gelas berisi minuman keras segera membuangnya, yang di dalam mulutnya ada seteguk arak segera memuntahkannya, yang masih menyimpan persediaan arak di rumah-rumahnya segera membuangnya. Semua orang berseru, “Ya Rabbi, kami berhenti!”
Dan tradisi minum khamr yang selama bertahun-tahun menjadi kebiasaan hidup masyarakat Jahiliyah, yang sebelumnya masih terbawa pada sebagian masyarakat Islam, lambat laun berhenti setelah turun ayat yang melarang minum khamr.
Madharatnya Jauh Lebih Besar
Tentu, di balik pelarangan itu ada pelajaran penting yang bisa dipetik. Sebelum vonis haram, ayat demi ayat bicara tentang dampak negatifnya yang jauh lebih buruk ketimbang dampak positifnya.
Kenyataannya, memang bukan saja membahayakan diri sendiri, tetapi juga bisa membahayakan orang lain. Bukan saja merusak fisik semata, tetapi juga melemahkan psikis orang.
Masih ingat kisah Barsisa. Seorang abid yang akhirnya berakhir dengan suul khatimah lantaran tergoda oleh iming-iming syetan yang menjelma sebagai manusia. Semula ia hanya meminum khamr saja, tetapi setelah itu berdampak luar biasa bagi perilakunya. Ia bukan saja mabuk, tapi juga memperkosa dan membunuh. Naudzu billahi min dzalik.
Dan tampaknya kita juga tak bisa memicingkan mata melihat betapa banyak korban kecelakaan yang disinyalir akibat pengaruh minuman keras, berapa banyak kematian yang diakibatkan over dosis, berapa banyak tindakan kriminal yang diawali dengan mengkonsumsi minuman keras dan sebagainya.
Semua itu nyata di hadapan kita dan rasanya tak perlu ditampik. Kisah di atas dan kasus-kasus yang banyak terjadi tersebut menjadi bukti bahwa serentetan perbuatan tercela bisa menyertai setelah orang mendahuluinya dengan meminum khamr.
Dari sini, kita menjadi tahu bahwa efeknya sungguh dahsyat. Madharatnya jauh lebih besar ketimbang kesenangan semu yang didapatkan. Tak salah jika Rasulullah menyatakan dari Abdullah bin Umar, “Khamr itu induknya segala dosa”(HR. Tabrani)
Di zaman sekarang ini, khamr beragam bentuk dan jenisnya. Agama memberi patokan, khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, menghilangkan kesadaran, tidak tergantung pada bahan yang dijadikannya. Asalkan punya illat (alasan dasar penetapan hukum) memabukkan dari macam apa saja, punya konsekwensi hukum yang sama.
Demikian halnya, larangan itu tidak tergantung apakah mengkonsumsi sedikit atau banyak. Setetes, dua tetes atau bergelas-gelas khamr, semuanya masuk kategori larangan (haram). Bukankah Rasulullah SAW menegaskan, “Sesuatu yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka sedikitnya (juga) haram “.
Penelitian medis pun menguatkan bahwa khamr punya banyak dampak negatif terhadap orang yang mengkonsumsinya.
Seperti diungkap Moh. Kamal Abd. Aziz, seorang ahli medis, yang dikutip Huzaimah Tahido Yanggodalam buku “Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer” bahwa minuman khamr sangat berbahaya terhadap hati (liver), sedang hati merupakan organ vital yang bekerja untuk membersihkan tubuh dari racun yang masuk melalui darah. Hati merupakan gudang makanan yang didistribusikan ke selutuh tubuh sesuai dengan kebutuhannya. Sementara khamr bisa merusak dinding hati dan berakibat melumpuhkan pekerjaan hati, sehingga badan tidak lagi mengeluarkan racun maupun lainnya. Anggota badan lainn terganggu karena pengaruh racun-racun itu.
Orang yang biasa minum khamr akan mengalami gangguan seperti melonggarnya pembuluh darah yang dapat mengakibatkan penyakit darah tinggi. Tekanan darah tinggi sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan lemah jantung, pecahnya pembuluh darah dalam otak atau pembuluh darah mata yang mengakibatkan kebutaan atau hilangnya pendengaran.
Dampak lainnya, minuman yang mengandung alkohol menyebabkan pembuluh-pembuluh darah tidak seperti yang semestinya (lunak atau elastis terhadap tekanan). Karena alkohol bisa menyebabkan pembuluh itu tegang dan mengakibatkannya tersumbat dan darah tidak bisa beredar sebagaimana mestinya. Akibatnya bisa fatal yang berujung pada kematian.
Di samping itu, agama juga menuntut seorang Muslim dalam keadaan sadar agar dapat selalu berhubungan dengan Allah SWT. Bila orang dalam kondisi iskar (mabuk) sehingga keluar dari kesadarannya, maka bagaimana mungkin ia bisa berpikir dan berkomunikasi dengan baik. Karena itu, keterangan orang yang mabuk tidak dapat diterima kesaksiannya.
Keluar dari Lingkaran Syetan
Dengan bercermin pada banyaknya mudharat akibat mengkonsumsi khamr, akan lebih baik bila mengantisipasi sedini mungkin untuk tidak menyentuh apalagi meminumnya.
Tentunya, tindakan preventif jauh lebih baik. Sedikit saja kita mencoba, jangan salahkan bila efek buruk menyertai. Sekali kita masuk dalam lingkaran tersebut, ada kemungkinan susah untuk keluar dari jeratnya.
Tapi kita perlu ingat, bukan sekedar wujud khamr atau orang yang meminumnya saja yang diharamkan. Sebab selama ini mungkin tidak sedikit orang yang memahami bahwa khamr (minuman keras) memang haram dan berdosa bila meminumnya. Tetapi orang seringkali tidak menyadari bahwa menjadi bagian dari industri minuman keras, meski tidak berstatus sebagai peminum, juga merupakan perbuatan yang terlarang.
Dalam agama, variabel khamr cukup banyak; meliputi: pembuatnya, pemerasnya, peminumnya, pembawanya, penjualnya, pembelinya serta penyuguhnya. Jika salah satu saja, kita masuk dalam kategori tersebut, maka sama saja kita sebenarnya berada dalam lingkaran khamr.
Ini dipertegas oleh hadits riwayat Ibnu Abbas menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah dikunjungi oleh Malaikat Jibril dan ia mengatakan, ‘Hai Muhammad, Allah telah melaknati khamr, yang membuat, yang memeras, yang meminum, yang membawa, yang menjual, yang membeli, dan yang menghidangkannya…”
Dengan demikian, sebuah pabrik minuman keras yang mempekerjakan ratusan karyawan, begitu pula jaringan penjualan dan distribusinya dan ekspor-impor minuman keras berada dalam lingkaran yang sama. Meski hanya sebagai tenaga administrasi, dan tidak berhubungan langsung dengan produksi, juga masih dalam satu mata rantai.
Bagaimana agar kita yang berada di tengah-tengah kemajuan zaman bisa terlepas dari lingkaran syetan ini?
Inilah tugas kita menjaga diri sendiri, anak-anak, serta generasi kita, menanamkan nilai-nilai positif dan membimbing mereka ke arah yang benar sehingga tidak menyimpang dari tuntunan agama. Memang berbuat baik mesti dimulai dari diri sendiri dan keluarga lebih dulu.***
Sumber Foto: Pixabay/sweetlouise
