JENDELAISLAM.ID – Di zaman dahulu, ada seorang pedagang dari Baghdad yang lain dari pedagang pada umumnya. Dia bernama Abu al-Qasim at-Thanburi. Ia memiliki sepasang sepatu yang tidak pernah diganti sama sekali. Setiap ada bagian yang robek, ia menambalnya. Begitu seterusnya sehingga sepatunya sangat berat. Orang-orang menjulukinya dengan sepatu at-Thanburi.
Suatu saat Abu Qasim ke pemandian umum. Rekannya berkata, “Hai Abu Qasim, aku ingin sekali engkau mengganti sepatumu. Sepatumu sangat jelek padahal engkau orang yang berkecukupan.”
“Baiklah,” ujar Abu Qasim.
Ketika keluar dari kamar mandi dan mengenakan baju, ia menemukan sepatu baru di samping sepatunya. Ia pun memakai sepatu baru itu dan pulang.
Sebelum kejadian itu, ada hakim yang masuk kamar mandi. Saat selesai mandi ia baru menyadari bahwa sepatunya hilang, maka ia pun bertanya-tanya, “Siapa yang memakai sepatuku? Tidakkah ia meninggalkan sesuatu sebagai gantinya.”
Orang-orang menemukan sepatu al-Qasim. Mereka pun mengabarkan hal tersebut kepada hakim bahwa orang yang mengambil sepatu hakim adalah Abu Qasim at-Thanburi. Hakim itu melapor kepada polisi.
Polisi yang menggerebek rumah al-Qasim menemukan sepatu si hakim. Sepatu tersebut diambil dan Abu Qasim dipukuli, ditahan dan dikenai denda.
Sekeluar dari penjara, Abu al-Qasim mengambil sepatunya dan melemparkannya ke Sungai Tigris karena kesal. Sepatu itu tenggelam.
Selang beberapa lama, seorang nelayan menebarkan jala dan menemukan sepatu Abu Qasim dalam jaringnya.
“Ini sepatu Abu Qasim. Mungkin sepatu ini terjatuh!” katanya.
Si nelayan lantas membawa sepatu tersebut ke rumah Abu al-Qasim, namun si empunya rumah tidak ada. Akhirnya, sepatu itu dilemparkan dari jembatan ke rumah Abu al-Qasim. Sepatu tersebut menimpa lemari tempat menyimpan botol. Air tawar berceceran karena botolnya pecah.
Malam harinya, saat Abu al-Qasim pulang dan melihat apa yang terjadi, ia menampar pipinya sendiri. Lalu, Abu al-Qasim menggali lubang untuk menyembunyikan sepatu tersebut. Para tetangganya mendengar suara orang menggali dan mengira Abu al-Qasim adalah pencuri yang sedang membuat lubang. Mereka pun melapor pada yang berwenang. Dikirimlah petugas untuk menciduk Abu Qasim.
“Apa kau membuat lubang ini untuk mencuri? Masukkan dia ke penjara!”
Abu Qasim dipenjara dan bisa bebas asalkan membayar sejumlah denda.
Karena kesal Abu al-Qasim mengambil sepatunya dan melemparkannya ke tempat istirahat sultan. Sepatu tersebut menyumbat pipa saluran air sehingga menimbulkan banjir. Penjaga menemukan penyebabnya dan membawa sepatu Abu Qasim ke hadapan sultan serta menceritakan kisah yang terjadi.
“Suruh dia membayar denda dengan membiayai pembuatan jembatan,” perintah sultan.
“Aku tidak akan pernah meninggalkan sepatu ini. Tampaknya sepatu ini tidak mau meninggalkanku. Setiap kali aku melarikan diri darinya, ternyata ia bisa menemukanku. Karena itu, aku tidak akan meninggalkannya lagi.”
Abu Qasim mengambil sepatunya, mencucinya, dan menjemurnya di loteng hingga kering. Sekonyong-konyong seekor anjing melihat sepatu itu dan menyangkanya tulang yang besar. Lalu anjing itu menggondolnya ke loteng lainnya.
Malang, sepatu itu jatuh dan menimpa wanita hamil. Wanita tersebut gemetaran karena kaget dan melahirkan bayi laki-laki. Orang-orang mencari tahu penyebab kelahiran mendadak itu. Ternyata, penyebabnya adalah sepatu Abu al-Qasim. Kemudian Abu al-Qasim diadukan ke pengadilan.
Ia pergi dari rumah dalam keadaan miskin tidak memiliki apapun dan membawa sepatunya menghadap hakim.
Ia ceritakan seluruh peristiwa yang menimpanya, “Aku berharap tuan hakim mebuat surat pembebasan antara aku dan sepatu ini, bahwa ia bukan bagianku dan aku bukan bagainnya lagi, dan aku terbebas darinya. Apapun yang dikerjakannya, maka aku tidak dihukum karenannya. Ia telah membuatku miskin dan menghancurkan hidupku.
Mendengar ucapan Abu Qasim, sang hakim tertawa.
(Diadaptasi dari “Kisah Lebih Berat daripada Sepatu at-Thanburi”, dalam buku “Aku Ingat Dirimu Saat Aku Lupa Tuhanku”, Zaman, Jakarta, 2013, foto: Pixabay/tiemcuala12).
