Imam Al-Ghazali Belajar dari Tukang Sol Sepatu: Pelajaran Penting dari Sosok Ulama Terkemuka

Imam Al-Ghazali Belajar dari Tukang Sol Sepatu: Pelajaran Penting dari Sosok Ulama Terkemuka Imam Al-Ghazali Belajar dari Tukang Sol Sepatu: Pelajaran Penting dari Sosok Ulama Terkemuka

JENDELAISLAM.ID – Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar bergelar Hujjatul Islam, dikenal sebagai sosok yang terus menimba ilmu sepanjang hidupnya.

Salah satu kisah menarik dalam perjalanan hidupnya adalah saat ia belajar dari seorang tukang sol sepatu, yang belakangan diketahui sebagai seorang ahli ma’rifat yang menyembunyikan keilmuannya di balik profesinya.

Kisah ini diceritakan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Maraqil Ubudiyah, yang menjelaskan bahwa pertemuan Imam Ghazali dengan tukang sol sepatu ini terjadi melalui saudaranya, Ahmad. Imam Ghazali sering menjadi imam shalat di masjid, tetapi Ahmad tidak pernah menjadi makmum.

Setelah mendapat perintah dari ibunya, Ahmad akhirnya ikut shalat berjamaah, namun ia melakukan mufaraqah karena melihat darah pada diri Imam Ghazali. Ketika ditanya, Ahmad mengaku bahwa ia mempelajari ilmu tersebut dari seorang syekh yang berprofesi sebagai tukang sol sepatu.

Imam Ghazali kemudian mendatangi tukang sol sepatu tersebut untuk belajar. Syekh menguji keseriusan Imam Ghazali dengan perintah-perintah yang tidak biasa, seperti membersihkan lantai dengan tangan dan pakaian.

Setelah Imam Ghazali menunjukkan keikhlasannya, syekh mengizinkannya pulang. Imam Ghazali kemudian merasakan hatinya terbuka dan memperoleh ilmu yang luar biasa dari Allah.

Kisah ini menekankan pentingnya semangat belajar yang tidak pernah padam, bahkan bagi seorang ulama sekaliber Imam Ghazali.

Selain itu, ini juga menunjukkan pentingnya memiliki guru spiritual yang mampu membimbing dan memperbaiki hati muridnya. Dalam tasawuf, hati adalah pusat yang menentukan kualitas spiritual seseorang.

Namun, kisah ini juga menjadi pengingat bahwa hubungan guru dan murid harus didasari oleh keikhlasan dan tujuan spiritual yang jelas.

Penyalahgunaan hubungan untuk kepentingan pribadi, seperti yang marak terjadi di beberapa kasus, mencerminkan kekosongan spiritual dalam diri guru.***