JENDELAISLAM.ID – Bagi pecinta kopi, tentu kopi luwak bukanlah hal asing. Kopi luwak sungguh nikmat rasanya bahkan ketenarannya mendunia. Wajar apabila harganya pun selangit.
Padahal asal-muasal kopi luwak ini sebelumnya diproses melalui saluran pencernaan luwak dan keluar melalui saluran pembuangan bersamaan dengan kotoran luwak. Jadi, agak aneh memang, kopi yang dihasilkan melalui mekanisme dimakan luwak terlebih dahulu, ternyata menghasilkan rasa kopi yang sangat dahsyat.
Perlu diketahui, luwak adalah sejenis musang yang senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak, termasuk buah kopi sebagai makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.
Biji kopi yang telah dimakan oleh luwak, dan setelah keluar bersama kotoran diproses menjadi kopi luwak. Ternyata, dalam pencernaan luwak itulah terjadi proses fermentasi yang menjadikan kopi luwak harum serta memiliki cita rasa enak dan nikmat.
Meskipun demikian, biji kopi yang keluar bersama kotoran ini masih terbungkus kulit luar yang keras mirip seperti tempurung kelapa. Jadi biji kopi tidak hancur dalam pencernaan luwak sehingga kondisi fisiknya tetap padat dan utuh.
Proses pembuatan kopi luwak melewati beberapa tahapan; seperti penjemuran, pemisahan kulit luar, pencucian dengan air mengalir, penggorengan serta pembubukan untuk mendapatkan butiran kopi yang halus. Demikianlah proses pembuatan kopi luwak. Jadi, sekalipun, keluar dari anus luwak, tetap bisa diolah sebagai kopi yang luar biasa nikmatnya.
Halal Setelah Dibersihkan
Mungkin orang bertanya-tanya, apakah sesuatu yang keluar melalui anus seperti biji kopi luwak –yang tentunya keluar bersama dengan kotoran binatang luwak—halal untuk dikonsumsi?
Memang, kotoran adalah najis, dan apabila najis itu mengenai benda padat, maka benda padat itu hukumnya mutanajjis (barang yang terkena najis). Sama seperti baju kita yang terciprat air kencing seorang bocah, status baju tersebut adalah mutanajjis. Selagi baju mutanajjis tersebut tidak kita sucikan, maka ia tetap tidak bisa dipergunakan untuk shalat, menyentuh Qur’an dan aktivitas keagamaan lain yang mempersyaratkan harus suci.
Tetapi, baju tersebut bisa kita pakai lagi untuk menjalankan ibadah shalat, misalnya, setelah disucikan terlebih dahulu dari noda air kencing tersebut. Apabila sudah bersih, barulah baju itu bisa digunakan kembali untuk melaksanakan ibadah.
Satu analogi lagi adalah kalau seandainya ada seseorang secara tidak sengaja menelan emas atau uang logam kemudian keluar bersama kotoran, maka emas atau uang logam tadi setelah dibersihkan, maka ia suci dan bisa digunakan untuk transaksi.
Demikian halnya dengan biji kopi, apabila masih padat dan utuh (tidak rusak, tidak hancur) sekali pun keluarnya melalui saluran pembuangan luwak, juga statusnya mutanajjis. Status benda yang mutanajjis tersebut bisa menjadi suci ketika kotoran yang menempel dalam benda tersebut sudah dihilangkan. Yang terjadi pada proses pembuatan kopi luwak demikian adanya, yaitu biji kopi yang keluar dari saluran pembuangan binatang luwak tersebut masih baik, –bila ditanam tetap bisa tumbuh,– maka bisa kembali suci dan dipergunakan manfaatnya (dikonsumsi) setelah melalui fase pensucian lebih dulu.
Tetapi, apabila biji kopi atau benda lain hancur atau busuk, bila ditanam tidak akan tumbuh, maka status benda tersebut dihukumi najis. Dan seperti diketahui bersama, najis tidak dapat disucikan dan tidak bisa dikonsumsi. Nah, untuk benda yang termasuk kategori kedua ini tidak bisa dimanfaatkan sama sekali karena statusnya sudah najis.
Mengingat kopi luwak bukanlah kopi yang berasal dari kotoran luwak, melainkan berasal dari biji kopi yang tidak rusak setelah melalui pencernaan dalam perut luwak, kemudian keluar bersama kotoran luwak, maka agar halal untuk dikonsumsi, biji kopi tersebut harus disucikan terlebih dahulu. Itulah syarat utama pengolahan biji kopi luwak, dimana ada tahapan pemisahan kotoran luwak dan biji kopi.
Barulah setelah benar-benar biji kopi tersebut suci, maka biji kopi tersebut siap untuk diolah menjadi kopi luwak. Dan benda yang tadinya najis (mutanajjis) setelah melalui mekanisme pensucian, maka akan kembali suci. Ini berarti sesuatu yang suci adalah halal untuk dikonsumsi/dipergunakan.
Dasar Bolehnya Mengkonsumsi
Majis Ulama Indonesia menilai kopi luwak memang sebelumnya ada unsur najisnya. Sebab, biji kopi yang dimakan luwak melalui proses pencernaan dan keluar bersama feses. Namun, setelah dicuci dengan air bersih, biji kopi itu menjadi halal. Dengan demikian, meminum dan memroduksi kopi ini tidak bermasalah secara agama.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim, seperti dikutip Republika.co.id (21/7/2010), mengatakan tingkatan najis yang melekat pada biji kopi yang baru saja keluar bersama feses tersebut adalah mutawassithah (pertengahan), bukan najis mughallazhah (najis berat). Itu artinya benda yang terkena najis tersebut bisa hilang setelah dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan aroma dan rasa najis tersebut. Sementara aroma dan rasa kopi tidak berubah. Lagi pula, menurut Lukman, biji kopi tersebut dibungkus kulit tebal atau kulit tanduk seperti biji melinjo dan unsur najisnya hanya terdapat di bagian luar biji kopi, sementara bentuk biji kopi tidak berubah.
Di samping itu, ada prinsip agama yang bisa dijadikan petunjuk kenapa kopi luwak itu halal dikonsumsi sekali pun kondisinya sebelumnya bercampur dengan feses luwak. Imam Nawawi dalam kitab “Syarh al-Muhadzdzab”, mengatakan bahwa “Para ulama Mazhab Syafi’i telah menyatakan apabila binatang ternak memakan biji dan keluar dari perutnya secara utuh, maka kekerasan biji itu tetap, dalam arti jika ditanam akan tumbuh, maka zat biji itu suci. Tapi wajib mencuci bagian luarnya karena ia bersentuhan dengan najis.”
Ada juga kaidah yang menyebut bahwa “Hukum itu berlaku menurut ada atau tidaknya illat (sebab hukum).”Mengingat pada dasarnya biji kopi itu suci, setelah keluar bersama feses menjadi mutanajjis, tetapi tatkala najis tersebut (illat) sudah hilang dari biji kopi karena telah dibersihkan, maka hukumnya pun kembali suci.
Karena itu bila disimpulkan, kopi luwak hukumnya boleh (mubah) dikonsumsi, asalkan sudah dibersihkan dulu secara benar. Otomatis, menjualbelikan kopi luwak juga boleh karena sudah menjadi benda suci. Jadi, bagi pecinta kopi luwak, rasanya tak perlu ragu lagi mengenai hukumnya. Selain enak, kopi luwak tersebut juga halal.***
Foto: Pixabay/Couleur
