JENDELAISLAM.ID – Bagi para santri atau pencari ilmu, nama Imam Hatim Al-Ashom mungkin sudah tidak asing lagi. Beliau adalah seorang ulama yang terkenal, satu-satunya yang mendapat julukan “Al-Ashom” atau “si tuli.”
Nama lengkapnya adalah Abu Abdurrahman Hatim ibn Alwan bin Yusuf rahimahullah, yang lebih dikenal sebagai Imam Hatim Al-Ashom.
Julukan ini bukan karena beliau memiliki gangguan pendengaran, melainkan karena sebuah kisah penuh hikmah yang melatarbelakangi gelar tersebut.
Menurut Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, seorang dai lulusan Al-Azhar Mesir, Imam Hatim Al-Ashom dikenal karena nasehat-nasehatnya yang indah dan penuh hikmah. Beliau bahkan digelari sebagai “‌Luqmanul Hakim” dari umat ini.
Lalu, mengapa beliau dijuluki “si tuli”? Suatu ketika, seorang wanita datang kepada Imam Hatim untuk menanyakan sebuah hukum. Namun, saat wanita tersebut berbicara, ia tiba-tiba buang angin, yang membuatnya sangat malu.
Melihat wanita itu terdiam karena malu, Imam Hatim dengan bijaksana berpura-pura tidak mendengar dan meminta wanita tersebut untuk mengulangi pertanyaannya dengan suara yang lebih keras. Wanita itu pun merasa lega karena mengira Imam Hatim tidak mendengar suara kentutnya.
Imam Hatim tetap berpura-pura tuli, bahkan meminta wanita itu untuk terus mengeraskan suaranya hingga ia merasa yakin bahwa kentutnya tidak terdengar.
Setelah percakapan selesai, wanita itu pergi dengan rasa percaya diri, tidak tahu bahwa Imam Hatim sebenarnya mendengar semuanya. Beliau memilih untuk berpura-pura tuli demi menjaga kehormatan wanita tersebut.
Imam Hatim menyembunyikan kejadian ini selama hampir 15 tahun hingga wanita itu meninggal dunia. Ini menunjukkan betapa indahnya akhlak beliau dalam menjaga perasaan orang lain, berbeda dengan perilaku sebagian orang yang justru senang mengumbar aib saudaranya.
Imam Hatim juga dikenal dengan nasihat-nasihatnya yang bijak. Suatu hari, Imam Ahmad bin Hanbal mengagumi beliau dan bertanya bagaimana cara untuk terlepas dari manusia.
Imam Hatim menjawab:
أن تعطيهم مالك، ولا تأخذ من مالهم، وتقضي ØÙ‚وقهم، ولا تستقضي Ø£ØØ¯Ø§ ØÙ‚ك، ÙˆØªØØªÙ…Ù„ مكروههم، ولا تكرههم على شيء، وليتك تسلم
“Caranya berikanlah mereka harta milikmu, dan jangan sekali-kali mengharap harta mereka. Tunaikanlah hak-hak mereka, dan jangan engkau menuntut hakmu dari mereka. Hadapi gangguan mereka dengan sabar, sebaliknya jangan pernah menyakiti mereka. Setelahnya baru engkau dapat berharap bisa selamat dari manusia.” [Tarikh al-Baghdadi (9/149)]***
