JENDELAISLAM.ID – Kehidupan di dunia ini membentangkan dua kutub: atas dan bawah. Manusia tak dapat mengelak jika ada di dua kutub tersebut. Kadang ada di atas, tapi di lain kesempatan ada di bawah. Sesekali, dilimpahi kesenangan, lain kali, dihimpit kesusahan.
Rotasi hidup itu dialami Sobror (sebuat saja demikian). Waktu Sobror kecil, orang tuanya dilimpahi harta. Orang tua Sobror bisa naik haji, dan bahkan setiap tahun membagikan zakat atas laba dari perdagangan yang dijalankannya.
Tapi, hal itu berbalik haluan setelah Sobror dan adiknya lulus SMU guna melanjutkan kuliah. Biaya kuliah yang tak sedikit, ternyata mengoyak sudut keuangan keluarganya. Apalagi, tidak lama setelah ia kuliah, ayahnya jatuh sakit. Keadaan itu ternyata memukul telak keuangan orang tua Sobror.
Untung, Ibu Sobror tergolong wanita tangguh. Ia mengganti posisi sang ayah, menjalankan bisnis yang sempat terbengkalai. Tapi, carut-marut tak bisa diatasi sang ibu sepenuhnya. Keluarga Sobror “menggali lubang” belitan hutang.
Sobror tak bisa berbuat apa-apa. meski sudah berusaha semampunya, ia tak bisa mengubah keadaan. Memang, ia sudah berusaha. Tetapi, usaha Sobror itu hanya mampu membantu orang tua untuk meringankan biaya kuliah. Di waktu luang, ia memanfaatkan waktu untuk bekerja.
Tetapi hati Sobror sesekali terusik: Kenapa keluarganya berubah drastis jatuh miskin? Lebih terusik lagi, sudah empat kali lebaran, Sobror pulang dengan pilu. Ia yang dulu diminta orang tuanya membagi zakat, sekarang ini justru berbalik. Ia melihat orang tuanya didatangi para tetangga yang datang membagi zakat karena orang tuanya dianggap miskin. Hati Sobror tercabik. Ia tak tega menyaksikan orang tuanya mendapat zakat.
“Apa Allah tak suka dengan keluargaku sampai harus membalik kehidupan kami 180 derajat, Pak Kyai?” tanya Sobror ketika menemui seorang kyai.
Sang kyai yang mendengar cerita Sobror pun mengelus dada, kemudian berpesan pendek, “Jangan salah sangka! Ketika Allah menguji seorang hamba, buka berarti Allah itu benci. Justru, dengan ujian itu, Allah sayang kepada keluargamu?”
“Bagaimana hal itu bisa diterima akal sehat, Pak Kyai?”
“Setelah keluargamu lulus ujian, nanti Allah akan menaikkan derajat keluargamu ke tingkat lebih tinggi. Jadi, jangan salah sangka! Allah sayang kepada hamba-Nya dengan cara memberi ujian dan cobaan.”
Setelah mendengar petuah Pak Kyai itu, hati Sobror menjadi lega. Dia pulang memendam prasangka baik kepada Allah. Hati Sobror terbuka. Ia tidak memandang ujian dan cobaan sebagai bentuk murka Allah, melainkan bentuk kasih sayang kepada hamba-Nya.***
Sumber Foto: Pixabay/Sweetlouise
