Bekasi, Kota yang Lahir dari Perjuangan para Patriot

JENDELAISLAM.ID -Rasanya belum lengkap saat Anda berkunjung ke kota Bekasi, tidak mengunjungi berbagai bukti sejarah yang pernah tertoreh di tempat ini.

Misalnya, Monumen Kali Bekasi, yang terletak di sebelah jembatan Kali Bekasi Jl. Juanda, dekat dengan stasiun kereta api Bekasi. Monumen ini masih terpelihara dengan  apik.

Begitu pula dengan monumen yang berada di Jl. KH. Agus Salim, posisinya berada tepat di tengah pertigaan Kampung Tugu. Di bagian atas tugu terdapat pecahan peluru, mortir, granat, dan sepucuk pistol genggam milik pejuang, dan di tengahnya terdapat sebuah botol tanpa penutup, yang di dalamnya berisi gulungan kertas dengan nama-nama pejuang.

Dasar tugu berbentuk segitiga, dengan rantai yang mengelilingi. Bangunan tugu ini untuk memperingati pembumihangusan Bekasi pada 13 Desember 1949 atau mengenang peristiwa “Bekasi Lautan Api”.

Anda juga bisa melihat lebih dekat  Gedung Juang dan Gedung Pakpak. Gedung Juang di Jl. Hasanuddin Tambun oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi, kini digunakan sebagai kantor. Bangunan ini menjadi salah satu saksi bisu pada masa revolusi fisik, ketika pada saat itu wilayah Tambun dan Cibarusah menjadi pusat kekuatan pasukan RI.

Sayangnya, seiring perkembangan zaman, ada beberapa bukti sejarah, kondisinya tidak terpelihara dengan baik.  

Berbagai revolusi fisik, seperti peristiwa “Bekasi Lautan Api”, “Warung Ameng”, “Warung Jengkol”, yang ditandai dengan dibangunnya monumen-monumen  penting, ini menunjukkan betapa Bekasi punya andil besar dalam upaya mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, tidak heran, banyak orang menjuluki kota Bekasi sebagai bumi patriot atau kota perjuangan.

Bahkan untuk mengenang perjuangan luar biasa rakyat Bekasi, Chairil Anwar, sastrawan besar, pernah mencantumkan nama Bekasi dalam sebuah sajaknya berjudul “Antara Kerawang dan Bekasi”.

Masjid at-Taqwa Ujung Harapan Bekasi (FB KH. Noer Alie)

Dakwah dan Perjuangan

Dalam perjalanan sejarah, masjid juga memiliki peran penting dalam dakwah dan perjuangan di Bekasi. Ini karena masjid sering menjadi basis untuk menggembleng pejuang Hizbullah. Bahkan, banyak pesantren yang lahir, bermula dari santri-santri yang menimba ilmu di masjid. 

Anda bisa melihat sejumlah besar masjid bersejarah yang hingga kini masih tegar meskipun keasliannya telah berubah karena renovasi. Jika Anda berada di jantung kota Bekasi, Anda bisa menyaksikan kemegahan Masjid Jami al-Barkah.

Masjid yang menjadi ikon kota Bekasi ini, berulang kali menjadi sasaran bom pada masa pendudukan Jepang, karena dianggap sebagai markas para pejuang.   

Tidak jauh dari Masjid al-Barkah, Anda juga bisa melihat monumen perjuangan. Monumen ini melukiskan betapa gigihnya para pemuda menghadapi penjajah meski dengan senjata yang sangat minim. Hal ini terlihat dari relief yang terletak di bagian kaki monumen. Letaknya di dekat kali Bekasi.

Kemudian cobalah bergerak menuju Kaliabang Bungur, sekali lagi Anda bisa menjumpai saksi bisu perjuangan dakwah. Di sinilah, Masjid al-Hidayah berdiri sejak 1935. Berada di sudut perempatan Jl. Kompleks Seroja, perjuangan rakyat Bekasi terukir di tempat ini. 

Di antara ulama yang aktif menggerakkan pemuda Bekasi di masjid ini adalah KH. Noer Alie, H. Burhanuddin, dan H. Thoha.  Mereka-lah yang mengobarkan semangat juang rakyat. Mereka merekrut para pemuda Muslim yang sebelumnya awam soal agama, kemudian membimbing dan mendidiknya dengan bekal agama agar timbul kecintaan terhadap agama dan negara.  

Oleh karena itu, saat tentara Belanda yang ambil ancang-ancang menyerbu masjid ini, para pemuda Muslim menjadikan dirinya sebagai perisai untuk mengusir musuh. 

Ust. Burhanuddin, salah seorang pendiri Masjid, bahkan pernah ditangkap serdadu Belanda saat sedang mengajar di masjid. Sebab, ada laporan yang sampai ke pihak kolonial bahwa ia menerangkan tafsir al-Qur’an berkaitan dengan tema jihad. Sementara kolonial melarang keras kepada siapa pun yang berani menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu, terlebih bila mengupas jihad yang identik dengan ajakan melawan kekuasaan Belanda.

Dari Masjid al-Hidayah, Anda bisa meneruskan perjalanan menuju Ujung Harapan.  Dahulu, daerah Ujung Harapan (semula bernama Ujung Malang) ini masih terisolir dari kampung-kampung lain, bahkan kampung yang tergabung dalam desa Ujung Malang sendiri masih terpisah-pisah dengan sawah karena tidak ada akses jalan yang menghubungkan selain jalan setepak yang ada di pinggir sawah (galengan). KH. Noer Alie, berinisiatif membuat jalan besar yang dapat menghubungkan kampung-kampung tersebut. 

Di daerah Ujung Harapan ini, Pesantren at-Taqwa berdiri (tahun 1940). Ya, pesantren salaf ini dididirikan oleh tokoh ulama sekaligus pejuang besar Bekasi, KH. Noer Alie. Namanya sudah sangat populer bagi masyarakat Bekasi, karena julukannya yang garang “Singa Karawang Bekasi” persis dengan judul film yang mengisahkan tentang perjuangannya.

Bahkan embrio berdirinya Kabupaten Bekasi yang waktu itu masih bernama Kabupaten Jatinegara, juga atas prakarsanya bersama sejumlah tokoh penting, seperti: R. Supardi, M. Hasibuan, Namin, Aminuddin dan Marzuki Urmaini. Bersama mereka, KH. Noer Alie membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi yang akhirnya menggelar rapat akbar di alun-alun Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950.

Di pesantren inilah, dulu KH. Noer Alie mencurahkan perhatiannya pada pendidikan agama. Maklumlah, pada awalnya, daerah tersebut termasuk daerah yang kering agama. Tatkala revolusi pecah, ia tak tinggal diam. Di samping mengajar di pesantren, KH. Noer Alie juga mengajak rakyat untuk angkat senjata melawan penjajah Belanda, walaupun dengan senjata yang sangat sederhana.

Ketika masa perjuangan berakhir, KH. Noer Alie kembali berjuang di bidang dakwah dan pendidikan di Pondok Pesantren at-Taqwa. Keberadaan pesantren ini membawa pencerahan bagi masyarakat Ujung Harapan, khususnya, dan Bekasi pada umumnya.

Mengingat begitu besarnya jasa KH. Noer Alie di Bekasi, namanya kini diabadikan menjadi sebuah jalan.  

KH. Noer Alie (FB KH. Noer Alie)

Terus Menggeliat

Kini, sudah tidak ada revolusi fisik, namun pijar Islam di bumi patriot ini  terus menggeliat. Ini bisa dilihat dari bermunculannya banyak lembaga pendidikan agama yang tersebar di berbagai wilayah di Bekasi di samping masjid-masjid yang aktif meramaikan syiar Islam. 

Ada Pesantren an-Nuur di Jl. KH. Muhtar Tabrani, Pesantren Hidayatun Najah dan Pesantren al-Binaa di Jl. Pebayuran, dan di dalam kota sendiri ada Pesantren an-Nida’ serta banyak pesantren lain.

Dengan segudang tempat bersejarah, rasanya  Anda tidak sia-sia berkunjung ke Bekasi. Kota bersejarah yang tidak lepas dari peran para ulama dan patriot. Karena itu, bila Bekasi sekarang ini menjadi kota yang begitu ramai dan padat lengkap dengan geliat Islam, itu semua tidak bisa lepas dari peran para ulama.***

Sumber Foto: Pemkot Bekasi