Burdah Pegayaman, Pujian kepada Nabi SAW ala Muslim Bali

JENDELAISLAM.ID – Setiap daerah punya cara sendiri dalam melantunkan burdah (pujian-pujian kepada Nabi). Di Pegayaman Bali, lantunan burdah terasa lebih khas karena memadukan dua budaya yang berbeda. Di samping, tetap menjaga tradisi Islami, juga mengakomodasi budaya lokal Bali.

Lantunan burdah tentu tak asing lagi bagi kita, terutama saat bulan Maulid tiba. Keberadaannya telah mentradisi di berbagai pelosok negeri. Tak jarang, tabuhan alat musik rebana (terbuat dari kayu bundar dan kulit lembu) kerap mengiringi pujian tersebut.

Di Indonesia, kesenian tradisional Islam yang memadukan unsur seni tabuh rebana dengan syair pujian kepada Nabi Muhammad ini lumrah disebut dengan burdah.  

Biasanya burdah seringkali terdengar dalam berbagai momentum penting, seperti saat menyambut kelahiran bayi, khitanan, atau hajatan lain, akan tetapi yang paling sering pada saat peringatan Maulid Nabi.

Burdah yang merupakan syair-syair karya Imam Busyiri (1213-1297 M), penyair besar dan ulama sufi kelahiran Mesir, ini memang indah. DI Bali, kita juga bisa menjumpai seni burdah di beberapa daerah, seperti: Pegayaman (Buleleng), Loloan (Jembrana), dan Kepaon (Denpasar).

Sebenarnya judul asli syair burdah adalah al-Kawâkib ad-Durriyah, yang terdiri 160 bait. Namun lebih akrab dengan istilah burdah karena berhubungan dengan pengalaman spiritual penulisnya. Suatu ketika, Imam Busyiri bermimpi bertemu Nabi Muhammad dan menerima mantel (burdah) dari Nabi SAW, seperti saat Rasulullah SAW memberikan mantel kepada Ka’ab bin Zuhair. Ia terkejut atas mimpi tersebut, hingga terperanjat dan meloncat dari tempat tidur.

Anehnya, sakit lumpuh yang dideritanya berangsur sembuh. Ia terharu atas peristiwa itu dan secara spontan melontarkan kalimat-kalimat indah berupa pujian terhadap Nabi, sehingga jadilah syair burdah tersebut.

Rupanya karya Imam Busyiri ini juga mengilhami lahirnya syair-syair lain, seperti Kasyfu Ghummah karya al-Barudi, Nahjul Burdah karya Ahmad Syauqi, hingga al-Maulid an-Nabawi (al-Barzanji) karya Ja’far al-Barzanji, yang juga sangat populer.

Dalam perkembangannya, ternyata bukan hanya syair dan bentuk pertunjukannya saja yang disebut burdah, bahkan alat musiknya (rebana) pun disebut dengan burdah.

Bila orang menyebut burdah, maka sudah identik dengan musik pengiringnya yakni rebana/terbang. Bahkan orang bisa memainkan seni burdah dalam berbagai gaya dan versi sesuai tradisi yang berkembang. Sehingga masing-masing komunitas Muslim yang memiliki seni burdah punya ciri dan gaya burdah yang berbeda.

Burdah Pegayaman, misalnya, berbeda dengan burdah Loloan maupun burdah Kepaon, walaupun sama-sama berada di wilayah Bali. Burdah Pegayaman nampak lebih Bali. Kenapa demikian? Karena kesenian Islam tersebut juga mengakomodasi budaya lokal Bali, bukan semata membacakan pujian kepada Rasulullah SAW dengan iringan gendang rebana, akan tetapi juga mengeksplorasi tradisi yang berlaku di Bali.

Hal ini bisa kita lihat dan simak dari cara berpakaian, logat syair serta irama lagu  para penabuh dan pelantun burdah Pegayaman. Mereka terlihat lebih khas dengan pakaian adat Bali, lantunan syairnya pun berlogat Bali, demikian halnya irama lagunya bernuansa Bali.

Tidak cukup di situ, tarian pencak silat kuno yang bergaya Bali, sebuah kesenian tradisional riligius-sufistik yang unik, menarik, sakral, juga kerap melengkapi dalam seni burdah Pegayaman. Praktis, budaya Bali memberikan warna tersendiri bagi burdah Pegayaman.

Burdah Pegayaman dan keberadaan kaum Muslim Pegayaman memang unik. Masyarakat Muslim di pedalaman Bali Utara itu juga menjalankan syariat seperti kebanyakan kaum Muslim.

Hanya saja, Muslim Pegayaman punya warna dan pola hidup yang khas Bali. Kegiatan ritual keagamaan, seperti: pengajian dan khutbah Jumat, misalnya, menggunakan bahasa Bali halus. Nama-nama penduduk Pegayaman juga menggunakan perpaduan antara nama-nama yang bernuansa Islam dan Bali.

Dengan demikian, tidak mengherankan jika budaya Islam pun telah merasuk ke dalam masyarakat Bali Muslim Pegayaman. Sebaliknya, budaya Bali pun telah menjadi bagian penting dalam budaya Islam Pegayaman. Dan kesenian burdah merupakan salah satu contoh dari kebudayaan religius yang tumbuh dan hidup di Pegayaman Bali. ***

Sumber Foto: Facebook/Miulan Depok