JENDELAISLAM.ID – Di sebuah gua, tinggallah Akbar Kurdi dan gerombolannya. Tempat itu mereka gunakan untuk bersembunyi. Setiap usai menjalankan aksinya, mereka kembali ke gua. Di situ pula, mereka menyimpan barang-barang hasil jarahannya.
Mereka mencegat orang-orang yang melintas di jalanan. Memaksanya agar mau menyerahkan hartanya. Apabila tak mau, tak segan dipaksa dengan jalan kekerasan. Sehingga menjadikan tempat itu terasa angker bagi yang melewatinya. Sebab, siapa saja yang membawa uang atau barang berharga akan jadi sasaran mereka.
Di sekitar gua itu, tumbuh tiga pohon kurma yang subur. Dua pohon kurma sedang berbuah, segar, dan masih muda. Satu pohon lagi tidak berbuah. Saat itu, Akbar Kurdi, sang gembong perampok, sedang melihat sekeliling gua.
Mendadak, matanya terpaku pada pemandangan di pohon kurma. Dilihatnya, seekor burung hinggap di pohon kurma yang berbuah. Hewan itu memetik kurma muda dari pohon kurma yang berbuah. Kemudian berpindah pada pohon kurma yang tidak berbuah.
Bolak-balik burung itu memetik kurma lalu hinggap ke pohon kurma yang tak berbuah. Akbar Kurdi menghitungnya sampai sepuluh kali, burung itu melakukannya.
Lelaki itu heran melihat hal itu. Ia penasaran, melihat burung tersebut mondar-mandir dari satu pohon kurma ke pohon kurma lainnya.
Lalu, ia beranjak dari tempat duduknya. Ia melihat lebih cermat. Ternyata, di atas pohon kurma itu, ada seekor ular besar yang buta. Yang lebih menakjubkan, burung yang lalu lalang tadi rupanya sedang menyuapi buah kurma ke mulut ular.
Sungguh pemandangan yang luar biasa. Sang burung yang baik hati itu penolong ular yang buta.
Gembong perampok itu tak bisa menyembunyikan perasaan harunya. Ia masih belum percaya, ada seekor burung bersahabat dengan seekor ular buta.
Perasaan Akbar Kurdi tersentuh. Hatinya yang keras seakan luluh. Bayangkan, seekor burung yang naluri hidupnya mengandalkan instingnya, bisa berbuat mulia pada seekor ular yang notabene adalah binatang berbahaya.
Batinnya bergejolak. Selama ini, ia tak peduli kepada orang lain. Justru, hidupnya lebih banyak merugikan orang lain. Ia sakiti orang-orang tak bersalah, dan menzaliminya. Di balik penderitaan orang-orang yang harta kekayaannya yang dirampoknya, ia justru menari-nari untuk menikmati hasil rampokannya.
Lelaki ini mengingat betul semua keburukan yang dilakukannya. Tanpa disadari, air matanya menetes. Ia menyesali semuanya. Raut muka yang sebelumnya tampak garang, kini mendadak luluh. Bersimpuh di hadapan Sang Ilahi.
“Ya Rabbi, dia hanya seekor ular yang boleh dibunuh. Akan tetapi, Engkau telah membuat ular ini buta dan telah pula Engkau kuasakan seekor burung yang senantiasa mencukupi kebutuhan makannya. Aku adalah hamba-Mu. Aku mengakui bahwa Engkau adalah Maha Esa. Engkau telah posisikan aku sebagai seorang perampok dan pengganggu jalanan,” ucap Akbar penuh penyesalan.
Lantas lelaki itu mengambil pedangnya. Ia patahkan pedangnya menjadi dua. Setelah itu, ia pukulkan kedua tangannya pada hamparan pasir, menggenggam pasir dan menaburkan di atas kepalanya.
“Lepaskan aku dari belenggu dosaku ini, ya Rabb! Lepaskanlah aku!” teriak Akbar.
Mimpi Berbuah Pertaubatan
Mendengar teriakan Akbar yang keras, seluruh kawan-kawannya yang berada di tempat itu, segera terbangun dari tidurnya.
“Ada apa denganmu? Sungguh engkau telah mengganggu tidur kami!” tanya mereka.
Setelah mengambil nafas dalam-dalam, gembong perampok itu mulai mengurai mimpinya.
“Aku melihat kebaikan seekor burung yang menolong seekor ular yang buta. Padahal, kita tahu, ular adalah binatang berbahaya dan boleh dibunuh, tetapi burung itu malah menolongnya penuh kerelaan. Bandingkan dengan kita! Kita ini manusia yang punya akal dan nurani, tetapi perilaku kita bejat, kalah dengan burung itu,” kisahnya.
“Terus?”
“Aku sadar. Selama ini, aku jauh dari kebajikan, dan mulai saat ini, aku ingin memulai hidup baru. Hidup yang lebih baik,” sahutnya.
Mendengar kesadaran Akbar, seketika mereka yang sebelumnya juga berprofesi sebagai perampok pun lebur mengikuti jejak pimpinannya.
“Kita sebelumnya juga orang-orang yang jauh dari kebajikan, dan saat ini kita pun tersadarkan kembali.”
Setelah itu, gerombolan perampok itu menanggalkan pakaian-pakaian mereka. Dan sejak saat itu, mereka mengenakan pakaian ikhram. Keadaan ini berlangsung hingga tiga hari lamanya. Berturut-turut. Dengan pakaian ihram, mereka terus berteriak-teriak sembari menangis tersedu-sedu. Bahkan dalam keadaan linglung pun, mereka terus berteriak karena dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Di hari ketiga, tiba-tiba muncul seorang wanita buta duduk di pintu desa. Wanita buta itu bertanya, “Adakah di antara kalian yang bernama Akbar Kurdi?”
“Ya, apakah engkau ada perlu dengannya?” jawab salah seorang mantan gerombolan perampok itu.
“Ya, tiga hari berturut-turut, aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpi itu, beliau bersabda, “Berikan kepada Akbar apa yang ditinggalkan oleh putramu!”
Setelah itu, si wanita buta mengeluarkan enam puluh lembar kain. Sebagian kain itu mereka gunakan sebagai sarung. Dan mereka kembali melanjutkan perjalanan memasuki daerah pedesaan hingga tiba di rumah masing-masing. Sejak saat itu, mereka bertekad menghapus lembaran hitam yang berlumur dosa dan mengisi hari-harinya lebih baik.
Pelajaran dari Burung
Mimpi Akbar Kurdi memang unik. Dari sini, ada pelajaran penting bahwa binatang itu punya rasa menyayangi kepada sesama binatang. Artinya binatang saja punya sifat welas asih terhadap sesama binatang meski berbeda jenisnya, apalagi manusia yang dikarunia akal pikiran serta nurani. Harusnya manusia bisa lebih melakukan hal itu. Bukan malah mementingkan ego-nya, menyenangkan diri sendiri.
Bukankah menolong itu lebih utama dan dapat mengalahkan ketakutan? Sekali pun ular itu membahayakan bagi yang mendekatinya, si burung mengabaikan ketakutannya. Dia malah menolong dan bersahabat dengan ular. Burung itu menanggalkan ketakutannya biar dapat menolong ular yang buta.
Bagaimana dengan manusia? Kita sering membaca teladan Nabi SAW, betapa kasih sayangnya kepada sesama, termasuk pada orang yang memusuhinya sekali pun. Nabi SAW tetap mengedepankan sifat welas asih. Dengan sikap ini, mereka yang tadinya memusuhi dakwah Nabi SAW, justru takluk dan akhirnya berikrar syahadat.***
(Diadaptasi dari satu kisah di Buku Kemuliaan Taubat; Kisah Orang-orang yang Diampuni, terj. dari al-Tawwaabun, Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy, Hikmah, Bandung, 2011).
Sumber Foto: Pixabay/rauschenberger
