JENDELAISLAM.ID – Ketiga istilah ini sering kita dengar, ada kemiripan, yakni dalam hal memberi sesuatu kepada orang lain, tapi sekaligus ada perbedaan di antara satu sama lainnya.
Infaq
Infaq berasal dari kata bahasa Arab, yaitu anfaqa-yunfiqu-infaqan, yang mempunyai makna mengeluarkan atau membelanjakan harta.
Istilah tersebut masih umum. Artinya, mengeluarkan harta atau membelanjakannya; entah untuk kebaikan, donasi, atau sesuatu yang bersifat untuk keperluan diri sendiri atau keinginan dan kebutuhan yang bersifat konsumtif. Semua masuk dalam istilah infaq.
Dalam al-Qur’am sendiri, kata “infaq” disebut berulang-ulang, di antaranya ada yang bermakna membelanjakan harta.

“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Anfal: 63).
Dalam terjemahan versi Departemen Agama RI tertulis “anfaqta” dengan arti membelanjakan bukan menginfaqkan. Sebab asal kata “infaq” adalah mengeluarkan harta, mendanai, membelanjakan. Secara umum, apapun itu, tidak terbatas membelanjakan di jalan Allah belaka, melainkan bisa untuk kepentingan lainnya.
Di ayat lain, kata “infaq” bermakna menafkahi. Kata ini berlaku ketika seorang suami yang bertanggung-jawab menafkahi/membiayai belanja keluarga atau rumah tangganya.
Kata “nafkah” tidak lain merupakan bentukan kata “infaq”. Hal ini disebutkan di dalam al-Qur’an.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagain dari harta mereka” (QS. an-Nisa: 34).
Kemudian infaq bermakna mengeluarkan zakat atas hasil kerja dan hasil bumi (panen).

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. al-Baqarah: 267).
Dari berbagai keterangan di atas, maka kata “infaq” itu punya banyak makna dan lebih luas pengertiannya. Bukan sekedar masalah zakat atau sedekah saja, melainkan juga memberi nafkah, mendanai, baik yang sifatnya ibadah maupun bukan.
Sedekah
Sedekah adalah mengeluarkan harta dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ar-Raghib al-Asfahani mendefinisikan sedekah adalah ma yukhrijul insanu min malihi ala wajhil qurbah. Artinya, harta yang dikeluarkan untuk tujuan ibadah (mendekatkan diri kepada Allah SWT).
Bila infaq masih bersifat umum karena di dalamnya ada yang sifatnya ibadah dan ada pula yang bukan ibadah, sementara istilah sedekah memiliki makna mengeluarlan harta di jalan Allah.
Dalil mengenai sedekah ini banyak ditemukan di dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah bermakna pahala yang berlipat ganda.

“Perumpamaan (nafkah uang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. al-Baqarah: 261).
Ada pula maknanya kebajikan yang sangat mulia.

“Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran: 92).
Bahkan sedekah bisa berarti kebaikan yang sifatnya bukan materi.
Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bersedekah dengan hartanya. Beliau bersabda, “Setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, amar makruf sedekah, nahi munkar sedekah dan menyalurkan syahwatnya pada isteri juga sedekah.”
Zakat
Kalau sedekah tadi sifatnya sunnah, lain dengan zakat. Zakat dalam agama bersifat wajib. Artinya keharusan bagi orang untuk mengeluarkan hartanya asal telah memenuhi ketentuan-ketentuannya.
Para ulama berpendapat bahwa zakat adalah sedekah wajib.
Itulah salah satu perbedaan zakat dan sedekah terkait dengan hukumnya.
Dari segi waktu, zakat hanya dikeluarkan pada waktunya, sedangkan sedekah tidak ada ketentuan waktu pelaksanaannya, kapan pun bisa. Zakat fitrah, misalnya, dikeluarkan hanya menjelang hari raya Idul Fitri saja. Sebab setelah Idul Fitri, menurut ijma’ ulama, tidak lagi dinamakan zakat fitrah melainkan sedekah biasa.
Begitu pula dengan zakat mal, seperti: emas, perak, perniagaan, peternakan dikeluarkan saat telah genap satu tahun kepemilikannya dan telah mencapai nishab (batas minimal). Zakat pertanian, zakat rikaz, dan zakat profesi dikeluarkan pada saat menerima harta.
Begitu pun kriteria hartanya, tidak semua kekayaan, wajib dikeluarkan zakatnya. Aset-aset, seperti: rumah, tanah, kendaraan, apabila tidak produktif tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Namun seseorang yang ingin bersedekah atas harta yang dimilikinya, boleh-boleh saja dan berpahala.
Dari sisi orang yang berhak menerima, harta zakat tidak boleh diberikan kepada sembarang orang. Sebab, ketentuannya telah ditetapkan hanya untuk 8 kelompok saja. Dan itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. at-Taubah: 60.
Jadi, anak yatim, janda, atau korban bencana, tidak termasuk asnaf delapan. Sebab mereka tidak disebutkan dalam jajaran para mustahik sehingga tidak menerima zakat.
Akan tetapi, sedekah boleh diberikan kepada siapa saja asal bermanfaat dan tepat guna.
Dari segi jumlah, juga ada ketentuannya. Ketentuan harta yang wajib dikeluarkan dalam zakat itu pasti, besarannya ada yang 2,5%, seperti: zakat emas, perak, perniagaan, profesi. Ada juga 5% (seperti: zakat hasil bumi yang diairi), dan ada yang 10% (seperti zakat hasil bumi dari tadah hujan). Bahkan ada juga yang 1/5 atau 20% seperti zakat rikaz.
Adapun sedekah bebas besarannya, tidak mengikat dan tidak harus berupa harta. Seseorang boleh menyedekahkan berapa saja dari hartanya, seikhlasnya dan sesukanya. Boleh lebih dari zakat atau juga boleh kurang.
Bahkan kata-kata baik sebagai ungkapan syukur atau upaya mengingat Allah, –bila melihat hadits tentang kecemburuan orang miskin terhadap orang kaya—pun bisa tergolong sedekah.***
Sumber Foto: iStock
