JENDELAISLAM.ID – Di sebuah perkampungan, hidup seorang nelayan kecil yang miskin. Kerjanya hanya mencari ikan di laut. Dan hidupnya pas-pasan.
Suatu ketika, saat ia memancing di laut, ikan besar menyambar umpannya dan berhasil diangkat. Tentu saja, ia sangat gembira karena telah mendapatkan ikan besar. Pikirnya, tak lama lagi, ia akan memasak ikan besar itu sebagai menu hidangan yang lezat.
Senyumnya mengembang lebar. Di perjalanan pulang, ia bersenandung bahagia. Namun nasib sial menghampirinya. Sebab, baru sebentar meninggalkan pantai, mendadak seorang lelaki berbadan besar mencegatnya. Lelaki bertampang preman nan seram ini menghentikan langkahnya. Tanpa basa-basi, si preman tadi langsung merampas ikan hasil tangkapannya.
Nelayan kecil itu coba mempertahankan miliknya sekuat tenaga. Tapi apa daya, tenaganya terlalu ringkih untuk melawannya. Justru nelayan kecil itu dihajar habis-habisan hingga menyebabkan luka-luka dan memar.
Ikan besar milik si nelayan segera berpindah tangan ke lelaki seram tadi. Si nelayan pun pasrah. Raut muka yang tadinya berbinar-binar seketika berubah sedih. Bahkan bukan saja ikannya yang dirampas, tapi badannya juga terasa sakit semua setelah dihajar lelaki tak dikenal tersebut.
“Salah apa diriku hingga harus menerima perlakuan seperti ini,” batin si nelayan.
Sejurus kemudian, ia berdoa, “Ya Rabb, mengapa Engkau jadikan aku seorang yang lemah, sedangkan dia kuat perkasa sehingga dapat menganiaya diriku. Kirimkanlah makhluk-Mu yang lain yang dapat mengalahkannya agar ia mendapatkan pelajaran atas peristiwa ini.”
Akhirnya, nelayan pulang dengan tangan hampa dengan badan terasa remuk setelah penganiayaan tadi. Sungguh, tak disangka jika hari itu akan mengalami nasib buruk sedemikian rupa. Sementara, perampas ikan pulang dengan wajah berbinar dan senyum penuh kemenangan.
***
Tiba di rumah, ikan hasil rampasan langsung dipanggangnya. Setelah matang, segera dihidangkan di atas meja makan. Seketika aroma sedap menyeruak di ruangan itu. Tanpa merasa berdosa, si perampas ikan itu pun langsung menyantap ikan bakar dengan lahapnya.
Di tengah nikmatnya menyantap ikan bakar tersebut, tiba-tiba saja tangannya tertusuk oleh duri ikan yang sangat tajam. Kontan, ia meraung kesakitan. Tusukan duri itu sangat menyakitkan. Menancap demikian dalam di jarinya. Celakanya lagi, ia tak sanggup mengeluarkan durinya.
Berhari-hari, ia mengerang kesakitan luar biasa. Beragam cara sudah dilakukannya, tapi tusukan duri ikan itu justru bertambah parah. Rasa sakit itu tak kunjung berkurang. Bahkan lebih sakit dibanding sebelumnya.
Makin hari, sakit itu makin menjadi-jadi. Malahan kini, luka tusuk itu membusuk, dikerubungi ulat-ulat belatung yang banyak jumlahnya dan menjijikkan. Jari yang kena duri itu, memborok.
Karena tak tahan rasa sakit itu, ia pun memotong tangannya sendiri agar ulat tidak menyebar. Malangnya, lukanya sudah merembet ke organ tubuhnya yang lain.
Semua cara coba ditempuhnya. Tapi hasilnya nol. Di tengah rasa putus asa dan lelahnya, preman yang tak lagi seram ini tertidur dan bermimpi bertemu dengan seseorang yang mengatakan, “Jika kau ingin sembuh dari penyakitmu, kembalikan hak yang telah kau rampas dari pemiliknya.”
Sesaat setelah terjaga, hatinya gelisah. Mimpi tadi terus membayang di kepalanya. Menghantui perasaannya. Maka setelah dipikir dengan jernih, ia berkesimpulan bahwa mimpi itu ada benarnya. Bisa jadi penyebab sakitnya yang tak kunjung sembuh akibat ia mengambil secara paksa hak milik orang lain. Masih teringat di kepalanya, sejak ia menyantap ikan haram tersebut, hidupnya sengsara. Sakit yang bermula dari ujung jari, kemudian merembet ke sekujur tubuhnya sehingga ia mengorbankan tangannya untuk dipotong.
“Ya, ikan itu,” batin perampas itu, “Ikan itu aku rampas, dan pemiliknya aku hajar hingga babak belur.”
***
Mimpi itu membuatnya tersadar. Ia telah mengambil hak nelayan kecil. Tidak cukup di situ, karena kelakuannya menyebabkan si nelayan itu sakit dan terluka. Ia juga ingat, si pemancing itu kemudian berdoa agar Allah mengirimkan balasan yang setimpal atas ulahnya.
“Oh, barangkali penyakit yang menggerogoti tubuhku ini juga karena doa nelayan itu. Astaghfirullah al-‘adzim, kenapa aku berbuat hina seperti itu,” batinnya.
Mata si perampas berkaca-kaca. Sungguh ia menyesali perbuatannya. Ternyata, doa nelayan yang teraniaya itu benar-benar dikabulkan oleh Allah SWT.
Sadar akan hal itu, perampas itu beranjak dari tempatnya untuk mencari keberadan si nelayan yang ikannya pernah ia rebut paksa. Tentu saja tidak mudah menemukannya. Pasalnya ia tidak tahu persis, dimana tempat tinggalnya.
Tekad bulat. Pokoknya ia harus bertemu dan meminta maaf atas segala perbuatan buruk yang pernah dilakukannya. Setelah bersusah payah, tanya sana-sini dengan menyusuri lorong dan jalanan yang penuh liku, bertemulah ia dengan lelaki yang dicarinya itu.
Di tempat itu, seketika ia langsung memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukannya. Ia benar-benar telah berbuat zalim. Pada saat itu, ia juga memberikan uang lumayan besar sebagai tebusan atas kesalahannya kepada pemancing ikan.
Betapa senangnya sang tamu setelah sang tuan rumah mau memaafkan dirinya. Dan benar saja, setelah peristiwa penting itu, dengan kekuasaan Allah, sembuhlah penyakitnya. Ulat-ulat yang selama ini menggerogoti tubuhnya lambat laun sirna dengan sendirinya. Rasa sakitnya menghilang. Kondisi tubuh mantan preman kembali membaik.
“Alhamdulillah,” ia pun bersyukur atas nikmat yang Allah berikan padanya.
Pengalaman hidup itu ia jadikan sebagai pelajaran berharga untuk dirinya. Sadar bahwa merampas hak orang lain adalah sebuah kejahatan. Amat tidak terpuji karena menyakiti orang lain. Oleh sebab itu, tergolong sebagai perbuatan zalim, padahal doa orang yang terzalimi sangat makbul. Terbukti, doa nelayan kecil itu kemudian mewujud.
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari kisah di atas.***
(Dinukil dari kitab Durratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan al-Khaubawy).
Sumber Foto: Pixabay/Chiec_Dep
