Mbah Nun: Banyak yang Tidak Kita Ketahui daripada yang Kita Ketahui, maka Jangan Sombong!

JENDELAISLAM.ID – Siapa yang tahu apakah hari ini akan hujan? Kalau sudah hujan, berapa lama hujan dan kapan hujan itu akan berhenti? Detik ke berapa, menit ke berapa? Tidak ada yang tahu kan.

Pertanyaan ini sengaja dilontarkan oleh Mbah Nun, panggilan akrab Emha Ainun Najib, di hadapan jamaah dalam pengajiannya, sebagaimana ditayangkan channel caknun.com.

Mbah Nun menganalogikan ketidak-tahuan manusia tentang hujan, kapan waktunya, berapa durasinya, serta kapan berhentinya lantaran pengetahuan manusia itu terbatas dibandingkan pengetahuan Tuhan yang tidak terbatas.

“Orang hidup di dunia ini, banyak yang tidak diketahui dibanding yang diketahuinya. Karena itu, jangan sombong.  Harus rendah hati. Kamu ngatur apa saja, mesti tanya-tanya dulu. Sebab, kamu tidak bakal tahu apa yang terjadi besok. Jangan mentang-mentang kuasa!  Karena kamu bisa kualat (mendapat akibat buruk), bisa kesrimpet (jatuh karena kaki tersangkut), bisa jatuh, njungkel (jungkir balik), nggeblak (jatuh ke belakang), ndlosor (tersungkur),” terang Mbak Nun.  

Mbah Nun mengatakan bahwa hidup itu tidak tentu, lantaran hidup itu ada yang memiliki, sehingga ada yang kita ketahui dan ada yang tidak ketahui.  Demikian pula, ada yang bisa kita atasi, dan ada yang tidak. Karena itu, ajak Mbah Nun, orang harus bareng-bareng sesrawung (bergaul, bertemu sesama manusia), rembug (diskusi), apa saja yang perlu dirembug.”

Mbah Nun kembali menyinggung soal makna hujan.

“Sekarang, maknanya hujan itu apa? Setiap orang bisa memaknai apa saja. Namun, makna hujan yang sebenarnya, yang tahu adalah yang menciptakan hujan. Nah, hidup itu ada yang bisa kamu buat, kamu atur, namun banyak yang tidak kita ketahui, tidak kita kuasai,”  tegas Mbah Nun.

Mbah Nun yang juga pentolan musik rohani Kyai Kanjeng ini berpesan, “Oleh karena itu, Jangan adigang-adigung-adiguna! (Maksudnya: Jangan mengunggulkan kekuatan, derajat, dan kepandaian) mentang-mentang berkuasa. Belum tentu, kamu mampu mengetahui apa yang terjadi besok. Besok misalnya gunung meletus, Banjir, dan sebagainya, kita tidak tahu. Besok, kita masih hidup atau sudah mati, kita juga tidak tahu. Karena itu, ayo sinau (belajar) bareng, ayo rembugan bareng di segala bidang. Jangan slobat-slobot! Jangan menginjak siapa saja, jangan mengatur siapa saja sebelum rembugan! Ini menyangkut bidang apa saja.

Nah, di segala bidang di negara ini, jelas Mbah Nun, tidak ada orang tua yang ngrembug, sehingga masalah apa saja kerapkali menjadi bahan pertengkaran rakyatnya.

Di Indonesia ini, lanjut Mbah Nun, pemerintahannya adalah orang yang dipinjami pedang. Pedangnya milik rakyat, “Ini bawa pedang, jaga kebunnya rakyat! Biar tidak ada yang nyolong, biar rakyat bekerja dengan aman”. Sayangnya, pedangnya malah dipakai ngarit (menyabit rumput) dan macul (mencangkul) bukan untuk menjaga. Lha ini bagaimana? Anda ini sudah digaji. Pemerintah ini sudah digaji, kok malah ikut macul dan ngarit. Padahal yang seharusnya macul dan ngarit adalah rakyat. Sedang DPR, pejabat-pejabat, dan lainnya, itu yang mestinya menjaga kebun.

Tumpang tindih soal ini, menurut Mbah Nun, karena orang tidak mau rembugan dan tidak mau sesrawung bareng sehingga berpotensi adanya pertengkaran. Karena itu, sekalig lagi, menjadi manusia itu tidak boleh sombong.***

Foto: CakNun.com