Misteri di Balik Haramnya Mengonsumsi Babi

JENDELAISLAM.ID Makanan yang mengandung unsur babi acapkali bermasalah. Di dalam babi terdapat banyak jenis kuman dan cacing yang menyebarkan berbagai macam penyakit. Itulah salah satu alasan pengharaman babi.

Mungkin kebanyakan orang sudah mengetahui wujud babi. Babi (Arab: khinzîr) adalah sejenis binatang menyusui yang bermoncong panjang yang biasa hidup di hutan atau budidaya manusia untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan sumber protein hewani. Lemak babi mengandung apa yang diistilahkan dengan “complicated fats”, dan dagingnya mengandung kolesterol yang sangat tinggi, mencapai lima belas kali lipat lebih banyak dari daging sapi.

Dalam Encyclopedia Americana menjelaskan bahwa perbandingan antara kadar lemak yang terdapat pada babi, domba dan kerbau. Dalam kadar berat yang sama, babi mengandung 50% lemak, domba 17%, dan kerbau tidak lebih dari 5%.

Penegasan Agama

Secara tegas, al-Qur’an menyebutkan beberapa kali tentang pengharaman babi bagi manusia untuk memakannya atau memanfaatkannya dalam segala bentuk (al-Maidah: 3), dan al-Baqarah: 173 .

Sementara surat al-An’am: 145 menyertakan pernyataan bahwa daging babi itu kotor. Dalam fiqh, kotor ini biasa disebut dengan najis.

Ulama fiqh sepakat bahwa binatang yang satu ini najis dan haram bagi manusia untuk memakan dagingnya maupun memanfaatkan bagian-bagian lain dari tubuhnya untuk keperluan apapun, bahkan kulitnya juga tidak dapat disucikan melalui proses penyamakan yang lazim untuk kulit binatang yang halal dimakan.

Mengapa demikian? Karena kenajisan babi merupakan najis ‘aini (najis yang melekat pada sesuatu sejak lahirnya atau asalnya sudah najis).

Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, maupun Hambali, sependapat bahwa daging babi atau bagian-bagian lain dari tubuhnya, termasuk tulang-tulang dan lemaknya, serta jenis-jenis najis ‘aini lainnya diharamkan untuk digunakan sebagai obat-obatan atau campuran obat. Sabda Rasul, “Allah tidak akan menjadikan obat-obatan dari sesuatu yang diharamkan” (HR. al-Bukhari dari Ibn Mas’ud).

Bagaimana bila daging babi yang jelas dilarang kemudian dikonsumsi manusia?

Tentu banyak efek negatif, di samping timbulnya berbagai penyakit sesuai penelitian ilmiah dari kedokteran, juga berpengaruh pada perilaku seseorang.

Dalam Wawasan al-Qur’an, Quraish Shihab menukil pandangan al-Harali (w. 1232) yang menyatakan bahwa jenis makanan dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan sifat-sifat mental pemakan/peminumnya, bukan hanya berdampak pada jasmaninya.

Quraish mendasarkan pendapatnya setelah menganalisis kata “rijs” dalam al-Qur’an sebagai salah satu alasan mengharamkan makanan tertentu. Kata “rijs” menurutnya, mengandung arti kebobrokan moral dan keburukan budi pekerti.  

Kata Sains, Sangat Berbahaya

Di balik alasan normatif di atas, ternyata ilmu kedokteran berhasil mengungkap misteri pelarangan pemanfaatan babi.

Banyak fakta yang mendasari sebelum kita mendapatkan jawaban kenapa babi haram.

Babi merupakan hewan yang rakus makan yang tidak tertandingi oleh hewan-hewan lain. Ia makan semua makanan di depannya, jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi untuk memuaskan nafsunya. Babi juga memakan sampah, kotoran, tanah dalam jumlah besar dan dalam waktu lama, jika dibiarkan.

Dari caranya mendapatkan makanan yang sembarangan tanpa memilah, secara tidak langsung kita juga akan  bisa menerka hasilnya seperti apabila dikonsumsi manusia di kemudian hari.

Penelitian membuktikan apabila orang mengkonsumsi babi dalam jangka waktu yang lama, kulit orang yang memakan babi akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Bahkan penelitian ilmiah di dua negara Timur dan Barat, yaitu Cina dan Swedia menyatakan, daging babi merupakan penyebab utama kanker anus. Persentase penderita penyakit ini di negara-negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis. Terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti: Cina dan India).

Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo.

Dr. Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman, menyatakan bahwa memakan daging babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik.

Demikian halnya virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi.

Sementara itu, Dr. Muhammad Abdul Khair, dalam bukunya Ijtihâdât fi at Tafsîr al Qur’an al-Karîm, menyebutkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh daging babi. Daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan cacing trachenea lolipia. Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi.

Hingga saat ini, generasi babi belum terbebaskan dari cacing-cacing ini. Penyakit lain yang ditularkan oleh daging babi, di antaranya: kolera babi (penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus), kulit kemerahan yang ganas dan menahun, serta benalu eskares yang berbahaya bagi manusia.

Jangan Konsumsi!

Barangkali inilah hikmah besar dibalik pengharaman daging dan lemak babi seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an.

Perlu diketahui, pengharaman tersebut tidak hanya daging babi saja, namun juga semua makanan yang diproses dengan lemak babi, seperti beberapa jenis permen dan coklat, juga beberapa jenis roti yang bagian atasnya disiram dengan lemak babi.

Ringkasnya, semua hal yang menggunakan lemak hewan hendaknya kita perhatikan secara serius. Kita tidak memakannya kecuali setelah yakin bahwa makanan itu tidak mengandung lemak atau minyak babi, sehingga kita tidak mengkonsumsi makanan yang telah diharamkan oleh Allah, dan tidak terkena penyakit-penyakit yang jelas ada dalam kandungan babi.

Oleh karena itu, langkah MUI dan Badan POM yang bekerja untuk menertibkan semua jenis makanan dan minuman beserta kandungan bahannya yang terdapat dalam jenis makanan maupun minuman tersebut, patut didukung agar konsumen bisa mengetahui halal atau tidaknya.

Jadi, diharamkannya umat Islam makan daging babi rupanya memberikan manfaat yang jauh lebih besar bagi kemaslahatan umat manusia itu sendiri.  Di balik pengharaman konsumsi daging babi, ada banyak pelajaran penting yang bisa kita dapati.***

Sumber Foto: Pixabay/Nennieinszweidrei