JENDELAISLAM.ID – Problem besar manusia modern sekarang ini adalah stress menghadapi problematika kehidupan. Problem pekerjaan yang berat. Problem rumah tangga yang kacau. Problem ekonomi yang sulit. Dan masih banyak problem lainnya.
Efek-efek stres yang ditimbulkan pun bisa beragam; cemas, sedih, khawatir, frustrasi, dan sebagainya.
Ketika perasaan negatif semacam ini terus muncul dan bertahan lama, lambat laun akan mengganggu keseharian kita; pekerjaan kita, tidur kita, dan aktivitas kita yang lain.
Terkadang, saking hebatnya tekanan batin itu banyak orang melarikan diri pada tindakan-tindakan yang irrasional. Tak sedikit yang karena tak kuat menghadapi tekanan, orang mengambil jalan pintas sebagai jalan keluar. Alih-alih meredakan stressnya, malahan tekanan jiwa bertambah berat.
Lihat saja mereka yang merasa stress lantas melarikan dirinya ke tempat hiburan! Padahal dengan cara tersebut, problem utama stressnya tetap tidak hilang.
Mungkin sebagian orang beranggapan bisa hilang, tetapi itu hanya sementara. Ketika ia sudah menapak dalam kehidupan biasanya, problem utama yang melilitnya tetap muncul. Akhirnya pelarian itu pun sia-sia belaka. Tak punya dampak apa-apa, bahkan bisa jadi malah menambah beban psikologis.
Ada juga yang memilih bunuh diri agar terbebas dari tekanan mental karena sudah tak kuat lagi menanggungnya. Tak sedikit yang melakukan itu orang-orang kaya, artis, ilmuwan, politisi, dan sebagainya.
Secara finansial mungkin mereka sangatlah kecukupan, tetapi toh banyaknya materi yang harus dirogoh tak mampu menghilangkan stressnya.
Hadapi Masalah, Tenangkan Hati
Mestinya, masalah tak perlu ditinggal lari, melainkan dihadapi.
Berlari dan menghindar tidak akan mengantarkan kita kepada keselamatan. Menghindari masalah dan kesulitan tidak akan memberi manfaat dan kebaikan sedikit pun. Justru bisa jadi malah akan merasa lebih menderita dan semakin gelisah. Jadi, tegakkah di tempat berdiri. Hadapi semuanya! Begitulah kata Syekh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Jaddid Hayatak!
Artinya, setiap manusia pasti menghadapi problematika. Akan tetapi, jangan sampai problem itu didiamkan bahkan dilampiaskan dengan tindakan yang tak terpuji.
Akal sehat harus tetap jalan dan yang harus disadari bahwa semua problem itu ada jalan keluarnya. Tidak ada sesuatu masalah, tanpa penyelesaian. Bukankah sesudah kesulitan ada kemudahan (Inna ma’al usri yusra)? Bukankah Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya?
Harusnya, ini yang harus digenggam erat-erat oleh manusia, terutama umat Islam, ketika dihadapkan problem hidup yang pelik. Jangan mudah menyerah dan yakin ikhtiar bisa menyelesaikannya.
Seperti halnya, diterangkan di laman terapi.dzikrullah.org, para ahli kesehatan badan dan jiwa serta psikoterapis, seperti Dr. Leon J. Soul, Dr. Yulius Hamian, Dr. Abraham Mayerson setelah mendasarkan praktik dan pengalaman sehari-harinya, mereka menyimpulkan bahwa biang keladi penderitaan stress, depresi dan sejenisnya terpusat pada kondisi alam pikiran dan perasaan yang sedang labil.
Nah, lanjut mereka, untuk menyembuhkannya tidak lain dengan menciptakan ketenangan, kedamaian, penetralisiran alam pikiran dan perasaannya terlebih dahulu.
Berbagai terapi bisa saja dilakukan, akan tetapi mereka juga merekomendasikan psikoterapi keagamaan (dengan dzikir). Apalagi, menurut mereka, al-Qur’an, hadits memberikan tuntunan bagaimana agar dalam mengarungi kehidupan ini bebas dari rasa cemas, tegang, konflik, stress maupun depresi, di antaranya dengan memperbanyak dzikir dan doa kepada Allah sebagai Yang Maha Penyembuh.
Hal serupa diamini Ibnu Qayyim al-Jauziyah bahwa dzikir itu adalah makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila seseorang gersang dari siraman dzikir, maka ia seperti tubuh yang tidak mendapatkan pasokan makanan pokoknya.
Pernyataan tersebut mengindikasikan betapa perlunya seorang selalu berdzikir kepada Allah dalam kondisi apapun agar terpenuhi kebutuhan fundamentalnya sehingga hati dan ruh menjadi segar, sehat dan tenang.
Bahkan Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari memandang dzikir dan doa merupakan terapi psikiatrik, setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Ini karena dzikir dan doa mengandung unsur spiritual keruhanian, keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri pada diri seseorang, yang pada akhirnya membuat kekebalan tubuh dan kekuatan psikis meningkat.
Dzikir merupakan kunci ketenangan, ujar Aa Gym. Menurutnya, apabila tiap gerak kita dibarengi dengan dzikir, kita akan tenang melakukan sesuatu. Namun, yang terbaik dari dzikir adalah memahami apa yang diucapkan dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana implementasi dzikir? Bisa bermacam-macam, seperti mengikuti pengajian majelis taklim, membaca al-Qur’an, iktikaf, bermunajat, bertahajjud, membaca buku agama, mentadabburi alam, bersyukur, dan seterusnya.
Sekarang tinggal kita, maukah mempraktikkan itu?
Ketahuilah, Allah SWT bakal menjamin apabila kita mengingat-Nya, maka hati kita akan tentram (ar-Ra’du: 28).***
Sumber Foto: Pexels/Inzmam Khan
