Jangan Mengimani Tuhan seperti Imannya Seorang Pemabuk!

JENDELAISLAM.ID – Kita semua sudah hafal di luar kepala tentang rukun iman.  Sejak kecil, kita sudah diajarkan hal ini.  Hanya saja dalam keseharian ucapan dan perilaku kita mungkin masih jauh dari bunyi rukun iman yang simpel itu.

Jangan-jangan kita mengimani Tuhan sekedar seperti imannya seorang pemabuk. Kita menghadirkan Tuhan bila mendapat sesuatu yang baik, dan pada kejap berikutnya melupakannya bahkan mengumpat-umpat-Nya ketika mendapatkan kemalangan.

Kita puji Tuhan semau kita, sebagaimana semau kita melupakannya,  “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya menguji-Nya lalu membatasi rezekinya,  dia berkata, “Tuhanku menghinakanku” (QS. al-Fajr: 15-16).

Jadi, baik buruknya Tuhan tergantung pada nasib yang kita terima. Bila mujur, ya berterima kasih dengan mengatakan “Tuhanku memuliakanku” atau “God Loves Me”, tetapi bila sial, mulut kita melecehkan-Nya.

Sungguh, alangkah bodohnya bila pemahaman kita tentang Tuhan seperti ini. Sebab kita mempermainkan seenaknya. Tuhan kita paksa untuk memahami kemauan kita, padahal kitalah yang seharusnya menuruti kemauan Tuhan. 

Ini artinya kita sejatinya mempercayai Tuhan, tapi belum meletakkan pada porsi yang sesungguhnya. Iman kita sebatas di bibir, sedang perilaku kita jauh dari kata itu. Kita mengaku percaya, sementara saat yang sama, kita bermaksiyat, mengumpat, menyalahkan Tuhan,  dan enggan berintrospeksi diri.  

Kita tak tahu ada di mana posisi kita; Apakah kita selalu menghadirkan Tuhan di semua lini kehidupan kita dalam arti yang sesungguhnya atau tidak?  Ataukah kita sekadar menghadirkan Tuhan semau kita saja saat melakukan berbagai ritus agama semata?

Dalam sebuah lagu Bimbo mengibaratkan hidup bagaikan sajadah panjang yang terbentang. Karena itu, semestinya semua aktivitas yang kita lakukan di sajadah panjang ini membawa kita untuk selalu mengingat kehadiran-Nya. Bukan saja dalam ritual belaka atau saat kondisi kita sedang mujur, melainkan di semua keadaan. Entah saat kondisi kita sedang sehat, sakit, bahagia, atau sedih.

Kalau ternyata kita tetap saja menyalahkan Tuhan, berarti ada “sesuatu” dalam diri kita yang perlu kita benahi. Apakah kita memang masih jauh dari Tuhan atau bingung dan lupa jalan kembali kepada Tuhan?***

Sumber Foto: Pixabay/Rebcenter-Moscow