JENDELAISLAM.ID – 5 ayat QS. al-‘Alaq ini disebut-sebut sebagai sumber dari segala pengetahuan. Karena di dalamnya ada perintah iqra’ (bacalah!)
Kaum Muslim tentu sudah akrab dengan QS. al-‘Alaq 1-5. Ya, itulah wahyu pertama yang turun kepada Nabi SAW melalui Malaikat Jibril. Tempat turunnya wahyu di Gua Hira saat Nabi sedang ber-khalwat (menyendiri) setelah dilanda kegelisahan melalui mimpi-mimpinya.
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menuturkan, Nabi SAW keluar dari situasi keramaian Kota Makkah menuju Gua Hira di Jabal Nur. Menuju ke tempat itu tidaklah mudah. Jalan mendaki dan terjal.
Namun dorongan menuju tempat tersebut untuk menyendiri begitu kuat. Hingga para ulama menggambarkan dorongan itu seperti binatang yang terpaksa harus mengungsi ke suatu tempat karena terjadi gempa.
Nabi SAW melakukan ibadah di dalam Gua Hira tersebut selama beberapa malam. Beliau membawa perbekalan dari rumah. Saat bekalnya habis, pulang ke rumah Khadijah (isterinya) dan mengambil bekal lagi untuk melakukan hal yang sama.
Nah, pada malam 17 Ramadhan, versi lain menyebutkan 27 Ramadhan, Nabi didatangi oleh Malaikat Jibril. Malaikat Jibril tersebut merangkulnya begitu kuat dan memerintahkan untuk membaca (iqra’). Namun Nabi menjawab, tidak dapat membaca. Sebab, yang terpikir oleh Nabi bahwa yang dimaksudkan iqra’ adalah membaca teks.
“Saya bukan orang yang pandai membaca.” Malaikat Jibril kembali merangkul Nabi SAW dengan sangat kuat. Saking kerasnya, Nabi melukiskan rangkulan itu seperti rangkulan kematian.
Setelah itu, ia melepaskan dekapannya dan berkata lagi, “Bacalah!” Nabi SAW menjawab, “Aku bukanlah orang yang pandai membaca.” Malaikat Jibril kembali mendekap Nabi kuat untuk ketiga kalinya hingga membuat Nabi kepayahan. “Apa yang mesti saya baca?” kata Nabi SAW.
Lalu Jibril menyampaikan QS. al-‘Alaq: 1-5.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Diterangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, setelah itu Nabi SAW pulang dengan gemetaran hingga menemui isterinya, lalu berkata:

“Selimutilah aku, selimutilah aku!”
Setelah Nabi SAW diselimuti hingga rasa takutnya lenyap, Khadijah bertanya, “Mengapa engkau?” Maka Nabi SAW menceritakan kepadanya kejadian yang baru dialaminya dan bersabda, “Sesungguhnya aku merasa takut terhadap (keselamatan) diriku.” Khadijah berkata, “Tidak demikian, bergembiralah engkau! Demi Allah, Dia tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah.”
Penjelasan Tafsir QS. al-‘Alaq: 1- 5
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, kata iqra’ terambil dari kata qara’a yang arti awalnya menghimpun. Membaca itu artinya juga menghimpun. Namun membaca tidak harus melihat teks.
Dari kata menghimpun ini, lahir makna-makna yang lain: meneliti, melakukan pengamatan, dan sebagainya. Kata bismirabbika, ada yang mengartikan ba’ di situ sisipan (berdzikir). Ada yang mengatakan ba’ di situ menyertakan (Bacalah dengan menyertakan Tuhanmu). Ada yang mengartikan “Bacalah demi Tuhanmu.”
Jadi, ayat pertama adalah perintah membaca apa saja dengan syarat bismirabbika. Dengan menyebut nama Allah, maka pasti akan mendatangkan manfaat dan kemaslahatan. Segala aktivitas hendaknya untuk mendapatkan ridha dari Allah.
Di ayat kedua, terkandung peringatan yang menggugah manusia soal asal mula penciptaan manusia, yaitu dari ‘alaqah (segumpal darah). Di antara kemurahan Allah SWT ialah Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan. Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan.
Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun mengajarkan pula bahwa dengan pena (qalam), ilmu pengetahuan dapat dicatat. Sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-‘Alaq: 3 – 5.
Ada sebuah atsar (nukilan) menyebutkan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Dan masih disebutkan pula dalam atsar, bahwa barang siapa yang mengamalkan ilmu yang dikuasainya, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.
Sangat menarik. QS. al-‘Alaq: 1- 5 memerintahkan kita untuk membaca. Membaca apa saja (dengan menyebut nama Tuhan) yang mendatangkan maslahat. Al-Qur’an mengingatkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maka jalannya adalah membaca.***
